JAKARTA (Panjimas.com) – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menyayangkan larangan menggelar diskusi tentang UU KPK di kampus-kampus yang didominasi oleh para profesor dan guru besar. Padahal para guru besar, seharusnya memberikan kebebasan akademik. Kampus tidak lagi menjadi tempat alternatif berpikir.
Sebelumnya, sebanyak 153 profesor dari berbagai perguruan tinggi menentang penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat atas Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernyataan dukungan kepada KPK ini disampaikan di Universitas Gadjah Mada, beberapa waktu lalu, 19 Juni 2017.
Berikut ini pernyataan para guru besar melalui siaran pers.
Kami mengimbau kepada Presiden Joko Widodo, pimpinan partai politik, dan pimpinan DPR/MPR untuk tetap menjadi bagian penting bagi upaya pemberantasan korupsi dan mendukung langkah KPK memerangi korupsi.
Presiden Joko Widodo dan jajaran kepolisian sebaiknya dapat mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan, penyidik KPK, dengan segera.
Pimpinan partai politik dan DPR/MPR sebaiknya membatalkan penggunaan hak angket untuk KPK karena prosedur, subyek, dan obyeknya tidak tepat secara hukum.
Kami ingin menegaskan kembali bahwa kami bersama dan tetap akan mendukung KPK karena KPK adalah harapan bagi upaya
mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas dari korupsi.
Menanggapi sikap Guru Besar tersebut, Fahri Hamzah meminta para guru besar ini objektif dalam membela KPK. Menurut dia, banyak guru besar dan profesor yang dikriminalisasi oleh KPK. Padahal para guru besar ini memiliki rekam jejak yang baik. “Di antara puluhan guru besar yang dikriminalisasi itu adalah ahli agama dan ahli hukum, masuk akalkah?” ujarnya.
Ia berujar seorang yang bergelar doktor dan profesor belum tentu memiliki niat jahat untuk korupsi. “Di negara mana ada gejala profesor mencuri uang negara? Betapa jahatnya nalar jahat penegak hukum itu,” ucapnya.
Sebelumnya, ratusan guru besar dan profesor menyatakan dukungannya terhadap KPK untuk menghadapi hak angket yang digulirkan oleh DPR. Selain itu beberapa pakar sempat menemui pimpinan KPK dan memberi masukan dalam menghadapi hak angket ini.
Menurut Fahri Hamzah, Hak Angket KPK yang bergulir di DPR bertujuan untuk menyelidiki KPK mulai dari kepatuhan kepada undang-undang dalam menjalankan tugasnya, menyelidiki dugaan konflik internal, hingga masalah pemeriksaan terhadap tersangka kasus dugaan keterangan palsu dalam perkara korupsi e-KTP, Miryam S. Haryani.
Seperti diketahui, Amien Rais, pendiri Partai Amanat Nasional, mendukung penggunaan hak angket oleh DPR setelah namanya disebut dalam tuntutan jaksa di sidang pengadilan perkara Siti Fadilah Supari. Amien sempat menyebut KPK sebagai lembaga busuk. (desastian)