PARIS, (Panjimas.com) – Seorang pemuda berusia 23 tahun ditangkap dan didakwa dengan tuduhan terorisme setelah pada Sabtu lalu (01/07) terbukti merencanakan upaya pembunuhan terhadap Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Kepolisian Prancis mengidentifikasi pelaku sebagai seorang “nasionalis sayap-kanan”.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Ia berencana membunuh Macron pada pawai Hari Perayaan Bastille yang jatuh pada 14 Juli mendatang di Champs-Elysees.
Laporan RMC menjelaskan, bahwa pelaku mengekspresikan hasrat besarnya untuk membunuh orang-orang kulit hitam, Arab, Yahudi, dan pelaku homoseksual.
Rencana pembunuhan Macron ini terungkap ketika Intelejen Prancis mengetahui bahwa pelaku berupaya memperoleh senjata senapan-serbu Kalashnikov pada chat room di salah satu game online.
Dalam ruang obrolan di situs game online itu, Ia juga mengungkapkan keinginannya untuk melancarkan serangan teror tersebut.
Pelaku ditangkap Rabu lalu di pinggiran kota Argenteuil dekat Paris dan dituntut pada hari Sabtu (01/07).
Pelaku dikabarkan merupakan seorang pengangguran yang memiliki kondisi kejiwaan dan psikologis yang tidak stabil.
Mengutip laporan Surat Kabar L’Express, pelaku berkebangsaan Prancis ini terinspirasi dari penembakan brutal di Sekolah Menengah Atas Colombine di Amerika Serikat yang juga dilakukan oleh kulit putih.
Saat dihubungi oleh Anadolu Agency, Kepolisian Prancis menolak berkomentar, mendahului sebuah pernyataan dari seorang jaksa penuntut umum.
Mengutip sumber polisi, surat kabar L’Express mengatakan bahwa dia “tampaknya terinspirasi oleh penembakan massal sebelumnya, termasuk pembantaian Colombine”.
Pada tanggal 14 Juli 2002, Maxime Brunerie, seorang simpatisan neo-Nazi, berusaha membunuh Presiden Jacques Chirac saat pawai militer Bastille Day.
Brunerie dijatuhi hukuman 10 tahun penjara sebelum dibebaskan pada 2009. [IZ]