JAKARTA, (Panjimas.com) – Awal Bulan Juni 2017, keempat mahasiswa Al-Azhar University tingkat Sarjana dan Pasca Sarjana asal WNI (Warga Negara Indonesia) ditangkap oleh aparat keamanan Mesir karena dituduh telah memasuki wilayah terlarang yang terletak di Samanud dan mengaji dengan seorang Syaikh yang dilarang.
Nama-nama mahasiswa itu yakni Adi Kurniawan, Achmad Afandy Abdul Muis, Rifai Mujahidin Al-Haq, dan Mufqi Al-Banna.
Pihak pengacara keempat mahasiswa tersebut, Heru Susetyo menceritakan bagaimana kliennya bisa ditangkap aparat Mesir dengan tuduhan memasuki wilayah terlarang.
Adi dan Afandi, misalnya. Dituturkan, sore itu di awal-awal bulan ini, Adi membeli ifthar (hidangan buka puasa) di kota itu.
Tiba-tiba ia didatangi petugas. Lalu ditangkap. Saat diperiksa, ia ternyata tidak membawa paspor. Ia lalu menghubungi teman kosnya, Afandy. Minta tolong diambilkan paspor. Saat Afandy bawakan paspor, Afandy juga ditangkap.
Mirip Adi dan Afandy, Rifai juga ditangkap saat ngabuburit bareng istrinya membeli ifthar.
“Kemudian istrinya itu diberikan info oleh Kapolres atau Kapolseknya: ini sebenernya enggak ada apa-apa. Enggak ada kasus apa-apa. Cuman ini sudah kewenangan Kementerian Dalam Negeri dan Aman Daulah (intelijen),” katanya.
Heru Susetyo, menyatakan, penangkapan kliennya ini tidak melalui proses hukum atau pengadilan.
Selain itu tidak ada surat edaran dan pernyataan dari pemerintah Kairo bahwa Samanud merupakan daerah terlarang.
“Sampai saat ini pemerintah Mesir belum mengeluarkan penjelasan soal Samanud merupakan daerah terlarang,” katanya. [TM]