DOHA, (Panjimas.com) – Menteri Pertahanan Qatari Khaled Al-Attiyah baru-baru ini menegaskan bahwa sebuah blokade yang diberlakukan oleh beberapa negara Arab terhadap negaranya adalah “deklarasi perang”.
“Ini adalah deklarasi perang tanpa darah,” kata Al-Attiyah dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Al-Araby Al-Jadeed yang berbasis di London, dalam edisi hari Jumat (30/06), dikutip dari Anadolu.
Arab Saudi, Bahrain, Mesir dan Uni Emirat Arab secara tiba-tiba memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar pada 5 Juni, dengan alasan dukungan Doha untuk terorisme.
Doha segera membantah tuduhan tersebut dan menolak daftar 13 poin tuntutan yang harus dipenuhi dari 4 negara sebagai syarat pemulihan hubungan diplomatik.
Al-Attiyah tiba di Ankara pada hari Kamis (29/06) untuk melakukan pembicaraan dengan pejabat Turki.
Dia mengatakan bahwa pembicaraannya dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan mitranya Menteri Pertahanan Turki Fikri Isik pada hari Jumat (30/06), diperkirakan keduanya fokus membahas masalah pangkalan militer Turki di Qatar.
“Qatar dan Turki mempertahankan hubungan bersejarah dan kunjungan kami datang dalam rangka meningkatkan kerja sama pertahanan antara kedua negara,” tandasnya.
Sebelumnya pada bulan Juni, Parlemen Turki meratifikasi 2 kesepakatan untuk mengerahkan tentara Turki ke Qatar dan melatih tentaranya.
Menteri Qatar juga menggambarkan hubungan negaranya dengan AS sebagai sesuatu yang “strategis”.
Qatar adalah rumah bagi Pangkalan Udara al-Udeid yang luas, pangkalan militer ini menampung Komando Pusat AS U.S. Central Command), dan Komando Pusat Angkatan Udara AS (U.S Air Forces Central Command).
Untuk diketahui, Sekitar 10.000 pasukan A.S. ditempatkan di Pangkalan Udara al-Udeid.
“Penutupan Udeid Air Base di Qatar sama sekali tidak dipermasalahkan,” kata Al-Attiyah.
Dia melanjutkan untuk menolak semua tuduhan tentang dukungan Qatar untuk terorisme, dan menggambarkan klaim tersebut bertujuan untuk “mendemonisasi Qatar”. [IZ]