ISTANBUL, (Panjimas.com) – Turki pada hari Jumat (23/06) mengutuk keras pernyataan Kementerian Luar Negeri Yunani yang mengkritik pembacaan ayat suci Al-Quran dan panggilan Adzan yang diadakan di Ayasofya (Hagia Sophia) di Istanbul awal pekan ini.
“Kementerian Luar Negeri Yunani, alih-alih bukannya mengucapkan selamat kepada rakyat Turki pada bulan suci Ramadan dan ‘Malam Kekuatan’ (Kadir Gecesi), namun malah memilih untuk mendistorsi pembacaan Quran dan kumandang Adzan di Hagia Sophia,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki, dikutip dari Anadolu.
Kadir Gecesi, yang juga dikenal dengan Lailatul-Qadr, adalah salah satu tanggal terpenting dalam kalender keagamaan umat Islam.
Momentum ini menandai malam ketika Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada tahun 610 Masehi.
“Catatan Yunani di bidang kebebasan beragama, yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang mendasar, sudah terkenal,” tambahnya.
Hagia Sophia merupakan sebagai Gereja Kristen Otodoks sampai diubah menjadi sebuah Masjid ketika Kesultanan Utsmani menaklukkan Istanbul pada tahun 1453.
Hagia Sophia berubah menjadi museum pada tahun 1935 atas perintah Mustafa Kemal Ataturk, presiden pertama Republik Turki.
Sebuah pernyataan Yunani pada hari Kamis (22/06) berbunyi: “Hagia Sophia adalah situs warisan dunia UNESCO. Usaha untuk mengubahnya menjadi Masjid – melalui pembacaan Al-Quran, menunaikan Shalat, dan sejumlah tindakan lainnya – adalah sebuah Penghinaan kepada masyarakat internasional, yang perlu dimobilisasi dan untuk bereaksi.”
Namun, Ankara menolak kritik tersebut, dan menuding Athena gagal menegakkan hak-hak minoritas Muslimnya.
Dikatakan bahwa para Imam terpilih dari komunitas Muslim Turki telah menghadapi tuntutan hukum.
Ia juga mengatakan bahwa pihak berwenang Yunani telah menolak permintaan umat Islam di kota Thessaloniki, wilayah Utara Yunani untuk memfungsikan Masjid bersejarah untuk sholat tarawih selama Ramadhan.
“Oleh karena itu, seseorang dapat mempertanyakan apa tindakan Yunani, yang masih belum memiliki Masjid yang dibuka untuk peribadatan di masanya, mengerti tentang dialog antaragama yang disebutnya dalam pernyataan [Kamis],” papar Kementerian Luar Negeri Turki.
Penantian Panjang 85 Tahun
Alhamdulillah, untuk pertama kalinya setelah 85 tahun, suara Adzan akhirnya berkumandang di Hagia Sophia bangunan monumental Abad ke-6 yang bersejarah dan karismatik.
Sebagaimana diketahui, Hagia Sophia dulunya pernah menjadi Gereja Basilika Kristen Ortodoks Yunani, kemudian difungsikan menjadi Masjid hampir selama 500 tahun, namun sejak revolusi Mustafa Kemal Ataturk tahun 1935, bangunan tersebut hanya dijadikan Museum.
1 Juli 2016 Masehi atau bertepatan dengan malam 27 Ramadhan 1437 Hijriah menjadi momen bersejarah setelah 85 tahun lamanya Hagia Sophia hanya dapat dipandangi keindahannya tanpa difungsikan kembali sebagai Masjid.
Berkumandangnya suara adzan dari Bangunan bersejarah yang terletak di Distrik Sultan Ahmet disusul dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran, dzikir dan doa-doa yang dipanjatkan pada Allah SWT, pada hari Jumat malam (01/06/2016), dilansir oleh Hurriyet Daily News.
Momentum ini bertepatan dengan malam 27 Ramadhan yang diyakini sebagai malam ganjil pertanda Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari ibadah selama seribu bulan, yang mana wahyu pertama Al-Qur’an (Q.S Al-Alaq 1-5) diturunkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Peristiwa adzan berkumandang dari dalam Hagia Sophia ini kemungkinan merupakan sebuah pertanda awal akan dikembalikannya kembali fungsi Hagia Sophia sebagai Masjid bagi umat Muslim, yang telah hampir 9 dasawarsa hanya dijadikan museum di bawah rezim sekularis Mustafa Kemal Atatürk.
Meskipun sebenarnya selama empat tahun terakhir adzan telah dikumandangkan dari menara Hagia Sophia, namun sebelumnya muazin selalu menunaikan panggilan Shalat berjamaah itu hanya dari tempat ibadah Shalat yang bertempat di lapangan pelataran Hagia Sophia, dan tidak berasal dari dalam bangunan bekas Masjid dan Katedral Kristen Ortodoks ini.
Dibangun pada abad keenam masehi sebagai Gereja Basilika Kristen Ortodoks pada masa pemerintahan Kaisar Bizantium Justinian 1 (537 M), Hagia Sophia, -yang berarti Kebijaksanaan Suci dalam bahasa Yunani-, telah dikonversi menjadi Masjid pada tahun 1453 ketika Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmet II) berhasil menaklukkan Konstantinopel, membebaskan kota itu dibawah aturan syariat Islam dan kemudian mengubah nama kota itu menjadi “Islambool” (sepenuhnya Islam), kini sering disebut sebagai Istanbul.
Selama beberapa tahun terakhir, telah banyak tuntutan dan permintaan untuk mengembalikan fungsi bangunan ini sebagai Masjid bagi umat Muslim. Misalnya, akhir Bulan Mei lalu, pada hari Sabtu (28/05/2016), Ribuan jamaah Muslim Turki melakukan aksi turun ke jalanan Istanbul untuk melakukan aksi menuntut kepada pemerintah Turki agar dapat menunaikan ibadah Shalat di Hagia Sophia.
“Lepaskan rantai penghalang, Buka Hagia Sophia,” teriak ribuan warga Muslim Istanbul yang berkumpul di alun-alun tepat di depan bangunan Hagia Sophia, Sabtu (28/05/2016).
“Dengan nama ribuan saudara-saudara kami, kami menuntut agar kami diizinkan untuk beribadah shalat di dalam Masjid Hagia Sophia,” kata Salih Turhan, Presiden Asosiasi Pemuda Anatolia (Anatolia Youth Association) yang menyelenggarakan aksi demonstrasi bertepatan dengan perayaan ulang tahun penaklukan kekhalifahan Ottoman pada kota Konstantinopel.
Bulan lalu, pemerintah Yunani [negara dengan mayoritas pemeluk Kristen Ortodoks] memprotes adanya pembacaan ayat suci Al Qur’an di Hagia Sophia selama bulan Ramadhan; Kritik ini disampaikan kepada Kementerian Luar Negeri Turki dan menyebut hal itu sebagai suatu yang “tidak dapat diterima”.
Seruan Adzan tersebut juga disiarkan secara langsung dalam program Televisi pada Sabtu 2 Juli yang menampilkan Mehmet Gormez, Kepala Direktorat Urusan Agama (Diyanet).
Sementara itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Yunani, Efstratios Eftimiu, merespon peristiwa Adzan di Hagia Sophia itu dengan menyatakan bahwa, “kami mengungkapkan keprihatinan mendalam dan ketidaknyamanan atas langkah itu yang merongrong sifat Hagia Sophia sebagai monumen warisan budaya global, yang jelas tidak kompatibel dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam sebuah negara sekuler modern.
Setelah Kekahalifahan Utsmani runtuh dan digantikan dengan pemerintah modern sekuler Turki, Masjid Hagia Sophia kemudian diubah fungsinya menjadi museum pada tahun 1935.
Bangunan Hagia Sophia, karya arsitektur Bizantium, memiliki kubah besar yang didukung oleh pilar-pilar besar, dindingnya dilapisi dengan marmer dan dihiasi dengan mosaik.
Setelah Konstantinopel berhasil dibebaskan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453, empat menara ditambahkan ke struktur Hagia Sophia dan kemudian interior Hagia Sophia dihiasi dengan corak seni Islam.
Sejak Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) berhasil memenangkan pemilu di Turki pada tahun 2002, para pendukung sekularisme Turki menjadi sangat takut dan khawatir bahwa Hagia Sophia dapat diubah kembali menjadi Masjid.
Jika tuntutan ribuan Muslim Istanbul dapat dikabulkan oleh pemerintahan Erdogan, maka keputusan ini tentu akan membahagiakan seluruh muslim Turki, bahkan umat Islam sedunia. [IZ]