JAKARTA (Panjimas.com) – Jelang idul fitri 1438 H, masyarakat bertanya kepada Komisi Fatwa MUI apa hukum takbir keliling? Merespon pertanyaan masyarakat tersebut, inilah jawaban Komisi Fatwa MUI.
“Takbir di malam idul fitri hukumnya sunnah bagi setiap muslim. Takbir dapat dilaksanakan dengan sendiri atau berjamaah, dapat dilaksanakan di rumah, di masjid, di mushalla, juga di jalan. Bisa dilaksanakan dengan duduk berdiam diri, jalan, atau dengan berkendara, baik darat, laut maupun udara”, ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, Jumat (23/6/2017).
MUI mengimbau kepada seluruh umat Islam untuk menghidupkan malam Idul Fitri dengan syiar kumandang takbir, tahmid, dan tahlil, di manapun berada. Semarakkan masjid, mushalla, rumah, jalanan, lingkungan, dan seluruh negeri kita dengan semarak syiar takbir, memuji asma Allah.
“Syiar takbir yang menggema di seluruh negeri diharapkan dapat menjadi penyebab diturunkannya rahmat Allah, sehingga negeri ini dikaruniai kedamaian, keamanan, dan kesejahteraan,”ujar doktor bidang hukum Islam yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di Mesir, Singapore dan USA ini menegaskan.
Dikatakan Asrorun Niam, takbir keliling sebagai sarana syiar yang merupakan wujud kearifan lokal yang khas Indonesia. Bagi umat Islam yang melaksanakan takbir keliling, perlu menjaga ketertiban umum. Koordinasikan dengan pengurus masjid, pengurus lingkungan, dinas lalu lintas, dan aparat keamanan.”
“Aparat keamanan perlu menjamin ketrtiban dan keamanan pelaksanaan ibadah, termasuk kegiatan umat Islam yang menghidupkan malam idul fitri dengan takbir keliling. Tidak boleh ada yang menghalangi kegiatan syiar idul fitri, dengan dalih apapun,’ tandas Ni’am.
MUI menjelaskan, jadikan momentum idul fitri ini untuk meneguhkan tali silaturrahmi. “Kuatkan silaturrahmi, mulai dari keluarga dekat, keluarga jauh, tetangga, hingga sesama anak bangsa. Idul fitri perlu dijadikan sarana untuk meneguhkan kohesi nasional, dan semangat rekonsiliasi untuk mewujudkan persatuan Indonesia. Idul Fitri Mewujudkan Persatuan Indonesia dalam bingkai Ketuhanan Yang Mahaesa”, ujar dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini. (desastian)