JAKARTA (Panjimas.com) – Sehubungan dengan adanya sejumlah tanggapan keberatan beberapa aktifis terkait wacana rekonsiliasi antara ulama dan umala yang belakangan digagas oleh Habib Rizieq Shihab yang meminta Prof Yusril Ihza Mahendra agar membuat formatnya. Ketua Presidium Alumni 212, ustad Idrus Sambo angkat bicara soal hal ini.
Presidium Alumni 212 dibentuk dengan latar belakang adanya para pendukung dan peserta aktif Aksi Bela Islam, yang berniat untuk terus memelihara semangat jihad konstitusional untuk perbaikan bangsa dan negara di bawah komando para ulama.
“Oleh karena itu, kami memandang, pengembangan wacana rekonsiliasi yang disampaikan Habib Rizieq Shihab dengan meminta Prof. Yusril Ihza Mahendra untuk membuat formatnya, harus dihormati dan difahami sebagai bagian dari isyarat komando ulama,” ujar Sambo.
Dalam pandangan Sambo, rekonsiliasi yang dimaksud tidak pada tempatnya jika kemudian diartikan dan difahami serampangan sebagai bentuk “menyerah pada kekuasaan” dan “meminta perdamaian”, melainkan harus dipandang secara utuh.
“Kami menganggap bahwa rekonsiliasi adalah bagian dari “ancaman lunak” dari umat Islam, agar Presiden Jokowi segera menghentikan adanya cara-cara kotor memfitnah, menghujat dan merekayasa kasus politik dan hukum terhadap para ulama dan aktifis lainnya yang dikenal sebagai “kasus-kasus kriminalisasi dan diskriminasi hukum yang ditolak sebagian besar ummat Islam sejak awal aksi-aksi bela Islam,” tuturnya.
Ancaman lunak yang dimaksud adalah, memaksa jajaran pemerintahan Jokowi agar mau duduk dalam dialog rekonsiliasi bersama para ulama, aktifis serta tokoh lainnya. Karena itu pula, rekonsiliasi yang dimaksud sudah barang tentu bukan meminta damai dan mengamini apapun kebijakan dan langkah-langkah politik, hukum, ekonomi, dan kepentingan hajat hidup orang banyak, padahal bertentangan dengan konstitusi negara.
“Tidak seperti itu maknanya, jadi berdasarkan komando perlawanan jihad konstitusional yang dikumandangkan para ulama, rekonsiliasi yang kami fahami adalah media dialog agar ‘kekuasaan” tunduk pada kepatutan konstitusi negara, bukan tunduk pada segelintir orang ataupun tunduk pada kepentingan politik dan ekonomi sekelompok orang,” katanya.
Bahkan menurut Sambo lagi, tidak boleh juga ada seorangpun yang meng-klaim telah mendapatkan mandat dari umat dan para ulama untuk memimpin dan menyelenggarakan rekonsiliasi, apalagi membuat kesepakatan-kesepakatan dengan pemegang kekuasaan.
“Apa yang sudah diperbuat berupa konstribusi pemikiran dan konsep rekonsiliasi, harus dikembalikan kepada para ulama yang memegang komando perlawanan ini,” ujarnya.
Terakhir Sambo juga meminta kepada seluruh masyarakat dan jajaran aktifis pro perubahan, dimohon untuk bisa menahan diri agar kekuatan rakyat dibawah komando ulama tidak terpecah belah. [ES]