JAKARTA, (Panjimas.com) – “Mereka meminta waktu untuk masa penahanan lebih tinggi, berarti sama saja mereka jujur, kami gagal!”
Menanggapi perpanjangan masa penahanan di RUU Terorisme, Pengamat Terorisme Musthofa Nahrawardaya menilai perpanjangan waktu tersebut tidak diperlukan. Karena, pelaku terorisme di Indonesia tidak terlalu banyak dan berbeda dengan penjahat jalanan.
“Untuk apa ditambah?” tuturnya.
Menurutnya, RUU Terorisme yang disepakati Pemerintah dan DPR sangat brutal. “Mereka (membuat) RUU ini menciptakan penyalahgunaan wewenang oleh aparat,” tegasnya.
Seperti diketahui, berbagai asumsi pelanggaran HAM akan terjadi mulai bermunculan usai disepakatinya perpanjangan masa penahanan dan masa penangkapan oleh DPR dan Pemerintah. Hal ini juga diutarakan oleh Pengamat Terorisme Musthofa Nahrawardaya.
“Penangkapan incommunicado (penanganan tanpa akses dunia luar) artinya terduga ditangkap kemudian ditutup aksesnya 7×24 jam aja gak pernah diberikan akses kepada keluarga, apalagi 21 hari (masa penangkapan), sudah pasti berpotensi pada penyiksaan,” kata Musthofa Nahrawardaya kepada Panjimas.com, Sabtu (18/6/2017).
Selain itu, kalau dihubungkan dengan keinginan kenaikan anggaran oleh BNPT atau Densus 88, maka menjadi tidak masuk akal. “Penambahan anggaran itu karena semakin banyaknya kejadian terorisme,” imbuhnya.
Kalau semakin banyak teroris yang ditangkap, kata Musthofa, berarti kinerja mereka buruk. “Karena tidak ada penurunan yang ditangkep atau penurunan kejadian. Kalo disebut keberhasilan berarti ada penurunan yang ditangkep atau penurunan kejadian,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Musthofa kemudian menghubungkan dengan RUU Terorisme.
“Kalau dihubungkan dengan RUU Terorisme ini berarti ingin mengatakan bahwa kinerja kami itu buruk karena mereka meminta waktu untuk masa penahanan lebih tinggi, berarti sama saja mereka jujur, kami gagal!” tandasnya.[RN]