SOLO (Panjimas.com) – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Abdul Kharis Almasyhari menyetujui dalam rancangan Undang-undang (UU) anti terorisme TNI (Tentara Nasional Indonesia) harus dilibatkan.
Abdul Kharis memang tidak terlibat dalam Panitia Khusus (Pansus) UU anti terorisme. Sebab demikian, dirinya tidak tahu sejauh mana pembahasan revisi UU anti terorisme tersebut.
“Saya tidak masuk dalam Pansus Undang-undang anti Terorisme. Saya tidak mengerti persis apa yang ada dinamika dalam Pansus itu, karena masih tertutup,” katanya. Sabtu (17/6/2017).
Abdul Kharis melihat bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kedaulatan negara yang harus melibatkan Polisi, TNI bahkan rakyat. Sayangnya terorisme sepertinya hanya ditujukan kepada umat Islam.
OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang jelas mengancam kedaulatan Negara tidak disebut terorisme. Tak hanya itu, Minahasa beberapa waktu lalu mencuat meminta merdeka, pun tidak disebut terorisme. Padahal jelas mengancam terhadap kedaulatan Negara.
“Saya termasuk orang yang berpendapat bahwa TNI harus dilibatkan, karena bagi saya terorisme bukan hanya ektra ordinary crime, tapi juga kriminal terhadap kedaulatan Negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, Politikus Partai Keadilan sejahtera (PKS) itu menganggap pendekatan secara baik dan cerdas lebih efektif dalam menangkal munculnya bibit terorisme.
“Saya lebih suka dengan pendekatan bahwa terorisme harus melibatkan seluruh bangsa,” ungkapnya. [SY]