JAKARTA, (Panjimas.com) – ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) menilai tidak ada dasar yang cukup kuat untuk menutup pembahasan masa penahanan dalam RUU Terorisme.
Pembahasan RUU Terorisme, Rabu (14/6/2017) berjalan tertutup di DPR. Padahal hal ini merupakan salah satu isu paling krusial yang seharusnya melibatkan partisipasi dan pengawasan oleh publik.
Dikutip dalam lamannya ICJR menyebut ketentuan penahanan dalam RUU ini sangat eksesif karena tidak didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana. Salah satunya adalah hak untuk segera diajukan ke ruang sidang dan diproses perkaranya. Lamanya waktu ini juga bertentangan dengan ICCPR dan KUHAP.
Selain itu, lamanya waktu penahanan ini akan mengakibatkan pengurangan hak dan pembatasan kemerdekaan yang berlebihan tanpa didasarkan atas pertimbangan prinsip hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
ICJR memahami bahwa kasus terorisme merupakan kasus yang tidak mudah untuk dipecahkan, namun ICJR menilai bahwa keinginan Pemerintah untuk menambahkan masa penahanan tidak didasarkan atas kajian ataupun bukti yang kuat atas kebutuhan penambahan masa penahanan tersebut.
Waktu total 450 hari masa penahanan hanya untuk proses penyidikan dan penuntutan sesungguhnya sangat berlebihan, mengingat putusan Mahkamah Konstitusi sudah mengisyaratkan minimal dua alat bukti untuk melakukan penahanan.
Harus dihitung ulang terkait Pasal 25 ayat (1) sampai dengan Pasal 25 ayat (5) RUU Terorisme, agar disesuaikan dengan ketentuan KUHAP, atau setidaknya tidak boleh melebihi ketentuan UU Terorisme saat ini (UU Terorisme saat ini sudah memberikan waktu yang lebih dari wajar yaitu 6 bulan tahanan).
Oleh karena itu pembahasan ini harus dilakukan secara terbuka, sehingga nantinya bisa ditarik kesimpulan mengapa diperlukan masa penahanan begitu panjang, kedepan hal ini juga sangat berpengaruh pada integritas pembentuk Undang-undang dalam melakukan pembentukan hukum terkait penegakan hukum yang selalu mendapatkan sorotan dari publik. Tertutupnya sidang RUU Terorisme mengakibatkan tidak adanya pengawasan dan tertutupnya partisipasi aktif dari masyarakat.
ICJR memahami bahwa bagi penyidik, masa penahanan adalah hal yang krusial, namun bukan berarti pembahasannya bisa dianggap begitu sensitif sehingga harus ditutup. Oleh karena itu ICJR menilai tidak ada dasar yang cukup kuat untuk menutup pembahasan masa penahanan dalam RUU Terorisme, pembahasan harus terbuka. [DP]