SOLO (Panjimas.com) – Wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang menyatakan akan meniadakan pelajaran agama di kelas dan menggantinya dengan pendidikan agama di luar kelas, termasuk di tempat-tempat ibadah, dipertanyakan banyak pihak.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (13/6/2017), menjelaskan teknis tersebut disesuaikan dengan sekolah lima hari. Ia mengatakan wacana itu akan dijalankan mulai tahun ajaran baru 2017/2018.
Menanggapi hal itu, Ustadz Syuhada Bahri, mantan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat menilai, wacana tersebut sebagai bukti kualitas seperti apa pemerintahan Jokowi. Dan jika benar dilaksanakan, dia menyatakan hal itu bentuk kekalahan umat Islam.
“Itu salah satu bukti dan salah satu tanda untuk kita lakukan evaluasi, seperti apa pemerintah sekarang itu. Apapun alasannya, pencabutan itu adalah kekalahan besar bagi kita (umat Islam),” katanya pada Panjimas.com, Rabu (14/6/2017).
Lebih lanjut, Ustadz Syuhada membandingkan bahwa rezim Orde Lama saja tidak bertindak gegabah sebagaimana rezim Jokowi. Keputusan itu justru akan membahayakan bagi generasi pelajar mendatang. Saat ini saja dengan 2 jam pelajaran agama di Sekolah Negeri, akhlak anak sekolah banyak melakukan kemaksiatan dan kemungkaran.
Kenakalan anak usia sekolah seperti sek bebas, narkoba, pesta miras, dugem dan geng motor menambah deretan tindakan kriminalitas di tengah masyarakat.
“Dari jaman Orde lama saja, tidak ada itu pencabutan agama. Ini sangat, sangat membahayakan, kalau mau diganti dengan apa? Apa dengan revolusi mental, mental seperti apa?,” ujarnya.
Untuk itu, Ustadz Syuhada akan mengambil langkah pencegahan dengan melakukan koordinasi bersama ormas dan tokoh masyarakat bersama wakil rakyat.
“Agama itu adalah nilai yang luhur, itu jelas sangat berbahaya sekali. Saya kira kita akan melakukan langkah-langkah bersama kawan yang lain, tokoh lain untuk menyikapi itu,” pungkasnya. [SY]