JAKARTA (Panjimas.com) – Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan penukaran uang di jalan bisa tergolong haram, jika terpenuhi unsur riba dalam proses tukar menukar tersebut.
“Tukar menukar seperti itu boleh, asal tidak diperjanjikan misalkan uang Rp 100 ribu ditukar dengan janji jadi Rp 120 ribu,” kata Niam saat ditemui di kantornya Jakarta, Rabu (14/6).
Dia mengatakan jika ada unsur diperjanjikan keuntungan maka tukar menukar itu tergolong riba yang haram hukumnya. Menurut dia, tukar menukar itu seharusnya sesuai nilai awal atau tidak ada unsur diperjanjikan. Misalnya, menukar uang Rp 100 ribu harus mendapatkan uang dengan nilai yang sama Rp 100 ribu meski dengan berbagai nominal pecahan.
Prinsipnya tukar menukar itu memiliki nilai uang yang sama. Kendati demikian, dia mengatakan jika ada unsur tolong menolong dan tanpa unsur diperjanjikan maka proses tukar menukar yang dilanjutkan dengan uang tanda terima kasih adalah diperbolehkan.
Niam mencontohkan sang penukar uang misalnya menukar Rp 100 ribu tapi karena merasa ditolong kemudian dia memberi uang terima kasih Rp 10 ribu atau seikhlasnya. Dalam konteks tersebut, dia mengatakan hal itu boleh dilakukan selama tidak ada unsur diperjanjikan seperti menukar Rp 100 ribu harus menyerahkan Rp 120 ribu, Rp 200 ribu membayar Rp 220 ribu.
“Pada prinsipnya tukar menukar termasuk di dalamnya mata uang harus memenuhi persyaratan. Apa itu syaratnya, harus kontan dan senilai,” kata dia.
Dia mengatakan ada perbedaan konteks jika penukaran uang itu berbeda valuta seperti tukar dari rupiah ke dollar AS atau semacamnya. Penukaran dengan perbedaan mata uang, kata dia, diperbolehkan selama ada nilai yang sama seperti Rp 10 ribu untuk 1 dollar AS atau sebaliknya.
Dalam kasus ini, penukaran justru bukan Rp 1 ditukar dengan 1 dollar AS karena tidak senilai. Dalam penukaran mata uang itu, kata dia, boleh karena tidak sedang memperjualbelikan uangnya tetapi atas jasa penukaran dengan uang yang senilai atau bukan dari jual beli barang.
“Kalau dari rupiah ke rupiah tapi beda nilai penukaran itu riba, sama obyeknya. Uang seharusnya jadi alat tukar bukan jadi komoditas jual beli,” kata dia. [AW/ROL]