KARACHI, (Panjimas.com) – Yayasan Diyanet Turki menyediakan pendidikan dan pembelajaran bagi 4.000 anak-anak Muslim Rohingya di ibukota Pakistan, Karachi, menurut koordinator program Diyanet di Pakistan, Ahmad Kandemir.
Ahmet Kandemir mengatakan bahwa skema tersebut, dimulai pada tahun 2015 dengan 25 kursus, dan sekarang telah mencakup 100 jenis kursus.
Para siswa Rohingya yang terdaftar dalam program ini diajarkan bahasa Urdu, Inggris, matematika, agama, budaya dan Al-Quran. Buku-buku dan dukungan logistik lainnya untuk sekolah in disediakan oleh yayasan Diyanet, dikutip dari AA.
Proyek ini berupaya menyasar daerah pesisir Distrik Korangi dan Malir di kota ini, di mana para penduduk Rohingya mencari nafkah sebagai buruh murah di industri perikanan.
Sebuah undang-undang yang disahkan di Myanmar pada tahun 1982 menolak status kewarganegaraan Rohingya, padahal banyak di antara mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi, ditolaknya status kewarganegaraan rohinya ini, membuat mereka hidup tanpa status kewarganegaraan, sehingga tak memiliki kebebasan bergerak, tak mendapatkan akses pendidikan dan layanan kesehatan, bahkan terjadi begitu banyak penyitaan sewenang-wenang atas harta dan properti mereka.
Banyak dari penduduk Rohingya terpaksa melarikan diri dari Myanmar sejak pertengahan 2012, ketika kekerasan komunal terjadi di negara bagian Rakhine antara umat Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya.
Selama bertahun-tahun, anggota minoritas rohingya melarikan diri ke negara-negara terdekat, termasuk Pakistan.
“Rohingya telah menetap di pantai timur Pakistan, lolos dari tekanan politik dari negara mereka,” kata Kandemir.
“Orang-orang ini tidak memiliki hak untuk kewarganegaraan di Pakistan sehingga mereka kehilangan layanan apa pun yang disediakan oleh pemerintah.”
Dengan dukungan dan sumbangan yang kami dapatkan dari warga Turki, kami berharap dapat memberikan anak-anak ini harapan untuk masa depan mereka. ”
Zafer Iqbal, Direktur Pengelola Mitra Diyanet Pakistan, LSM World, mengatakan bahwa sekolah-sekolah tersebut dipantau oleh Direktorat Pendidikan.
“Keluarga di daerah ini tidak pernah memiliki kesempatan untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah,” ujarnya. “Sekarang mereka punya tujuan, sebuah harapan.”[IZ]