JAKARTA (Panjimas.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencermati perkembangan terkini tentang krisis perdamaian dan keamanan di negara-negara Islam di kawasan di Timur Tengah. Khususnya ketegangan antara Arab Saudi, Mesir, Uni Emrirat Arab, Kuwait terhadap Qatar.
Seperti diketahui, Arab Saudi, Mesir, Uni Emrirat Arab, dan Kuwait telah memutuskan hubungan diplomatik terhadap Qatar. Hal itu diduga karena Qatar telah mendukung kelompok-kelompok militan seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), dan Al Qaeda. Apalagi Arab Saudi juga telah menuduh Qatar telah bekerja sama dengan milisi yang didukung Iran.
“Ketegangan tersebut berpotensi menyulut terjadinya perang saudara antar sesama negara-negara Islam. Pasalnya adanya kekhawatiran keadaan tersebut diduga akan dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan politik yang anti Islam. Ini bisa berimbas kepada arah merugikan umat Islam di belahan dunia lainnya,” kata Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin dalam konfrensi pers di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta, Rabu (7/6).
Din menyebutkan delapan poin sikap MUI terhadap konflik tersebut. Pertama, menyatakan keprihatinan mendalam dan kekhawatiran ketegangan yang terjadi di Timur Tengah. Ini adalah fitnah kubra modern yang hanya akan menghancurkan dunia dan peradaban Islam.
Kedua, mengendalikan diri terutama pada bulan Ramadan untuk tidak melakukan tindakan yang akan menyulut perang saudara. Di bulan Ramadan yang mulia dan penuh damai ini, umat Islam di penjuru dunia, khususnya di negara-negara kawasan Timur Tengah hendaknya menghentikan pertentangan, permusuhan, dan perselisihan.
“Tetap memegang teguh perdamaian dan kasih sayang terhadap sesama sebagai implementasi nilai-nilai dan ajaran Islam rahmatan lil alamin,” kata Din.
Ketiga, MUI mendesak masing-masing pihak bersedia menyelesaikan masalah yang ada berdasarkan prinsip musyawarah dalam semangat ukhwah Islamiyah.
Keempat, menyerukan rakyat di masing-masing negara untuk menolak peperangan, mendorong tercapainya perdamaian atau islah. “Terlebih meredakan krisis politik di kawasan negara masing-masing dengan segala cara yang strategis dan optimal,” ungkapnya.
Kelima, MUI juga mendesak pemerintah Indonesia mengambil langkah islah dan mendesak sidang darurat Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menghindari perpecahan dan peperangan. “Sikap ini penting agar OKI bisa memainkan perannya sebagai mediator perselisihan,” katanya.
Keenam, negara-negara Islam hendaknya tidak mudah terjebak dan terhanyut dalam intrik politik proxy war yang bercirikan nafsu politik saling curiga, saling menyudutkan dan mengalahkan, serta saling fitnah terhadap segala kebijakan politik masing-masing negara, baik di kawasan Timur Tengah maupun kebijakan hubungan dengan negara-negara lain.
Ketujuh, meminta kepada semua pihak untuk tidak memainkan isu-isu diplomatik yang antagonistik, hegemonik, dan politik pecah belah dalam pentas hubungan internasional, termasuk ke kawasan negara-negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim.
Kemudian kedelapan, meminta masyarakat berdoa untuk persatuan umat Islam di seluruh dunia. “Semoga Allah SWT senantiasa menjaga dan melindungi umat manusia dari pertentangan, perselisihan, dan peperangan demi terwujudnya Islam sebagai penyangga perdamaian dunia,” pungkasnya. (desastian)