SOLO, (Panjimas.com) – Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) periode 2017-2018, Wildan Wahyu Nugroho menilai rezim Joko Widodo mengalami gejala paranoid gerakan mahasiswa.
Hal ini terindikasi sejak adanya kebijakan baru yang melibatkan presiden dalam menentukan rektor di perguruan tinggi.
Baru- baru ini Presiden Joko Widodo melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo diketahui mengeluarkan kebijakan baru terkait pemilihan rektor, Kamis (1/6).
Peraturan tersebut memberikan peluang kepada Presiden untuk menentukan nama rektor terpilih. Berbeda dari sistem pemilihan lama yang hanya melibatkan Senat Universitas dan Kementrian Pendidikan Tinggi (Kemendikti).
Wildan mengungkapkan jika kebijakan baru ini tidak disikapi secara serius akan berdampak pada kembali terulangnya rezim orde lama, Soeharto.
Dia khawatir jika kebijakan era rezim sipil Jokowi ini dilanjutkan maka akan lebih berbahaya dari pada rezim militer era Soeharto. Misalnya saat ini polisi mulai ramai masuk kampus, padahal di kampus sudah ada petugas keamanan tersendiri.
“Belum lama ini kami mengadakan aksi mahasiswa pada tanggal 2 Mei kemarin, dan di sana kami ditunggui oleh kawanan polisi ada yang berseragam dan ada yang tidak,” ujar Wildan kepada Panjimas.com, Jum’at (02/6).
Presiden BEM Universitas Sebelas Maret (UNS) ini juga menegaskan bahwa pemilihan rektor oleh Presiden akan sangat mengancam kegiatan demokrasi di kampus. Kegiatan campur tangan pemerintah dalam kehidupan kampus dapat mengancam tingkat kekritisan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah.
Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) gaya baru yang di keluarkan oleh rezim Jokowi perlu diwaspadai bersama.
“Saat ini dibeberapa kampus sudah ada upaya pelemahan partai kampus, belum lagi wacana penyetaraan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kami berencana secepatnya melakukan gerakan bersama,” tandasnya.[IZ]