JAKARTA (Panjimas.com) – Presiden RI Joko Widodo resmi melantik Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri sebagai pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP), di Istana Negara Jakarta, Rabu (7/6). Bersama Megawati, Jokowi sapaan akrab Kepala Negara, juga melantik delapan orang pengarah KP PIP lainnya.
Yaitu, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, KH Ma’ruf Amin, Prof Mahfud MD, Prof Syafii Maarif, KH Said Aqil Siradj, Prof Andreas Anangguru Yewangoe, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan Sudhamek.
Selain jajaran pengarah, Jokowi juga mengambil sumpah pelantikan Yudi Latif sebagai Kepala UKP PIP.
Kritik dari Putri Bung Karno
Pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) mengingatkan pada BP7 atau Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila di era Orde Baru.
Padahal, pembentukan lembaga seperti ini tidak dibutuhkan apabila pemerintah memang benar-benar ingin mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari bangsa dan negara.
“Nilai Pancasila dipraktikkan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan-kebijakan yang memang mencerminkan semangat Pancasila sebagai grondslag (dasar) negara. Bukan dengan membuat kebijakan yang bertentangan dengan Pancasila, kebijakan yang diskriminatif, kebijakan yang memperkaya segelintir orang tetapi menyengsarakan rakyat kebanyakan, seperti yang ada sekarang ini,” ujar pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS) dan Universitas Bung Karno (UBK), Rachmawati Soekarnoputri, seperti dilansir RMOL.co.
Dalam perbincangan dengan redaksi beberapa saat lalu (Rabu, 7/6), Rachma mengatakan, UKP-PIP bisa menjelma menjadi lembaga yang menunggalkan arti Pancasila dan Pancasila bisa dijadikan sekadar slogan politik, juga alat untuk merepresi rakyat yang tidak sependapat dengan pemerintah.
“Ini membuat Pancasila seolah-olah hanya menjadi milik pemerintah. Sementara apabila ada yang berbeda pendapat akan dicap sebagai anti Pancasila,” ujar Rachma. [AW/RMOL]