JAKARTA (Panjimas.com) – Gerak Bareng Community, sebuah gerakan sipil yang diinisiasi oleh Ahmad Zaki, diharapkan tidak ada lagi persaingan. Semua eleman masyarakat, mulai dari lembaga, komunitas, maupun perorangan, termasuk pemerintah, bisa saling sinergi. Spirit 212 menjadi momentum para aktivis kemanusiaan untuk bersatu padu untuk membuat program bersama.
“Komunitas Gerak Bareng adalah wadah bagi para pegiat kemanusiaan dari lintas komunitas dan lembaga dengan berbagai latar belakang untuk menyelesaikan permasalahan sosial masyarakat,” kata Bang Zaki, begitu ia akrab disapa, kepada Panjimas beberapa waktu lalu.
Mengapa gerakan sipil? Menurut Zaki yang punya jam terbang tinggi di bidang kemanusiaan, masyarakat lah yang lebih dekat dan mengenal permasalahan yang ada di sekitar mereka. Setiap masalah yang ada di masyarakat, mulai dari kesehatan, pendidikan , ekonomi, sosial-budaya sosial dan sebagainya diharapkan bisa diselesaikan oleh gerakan sipil itu sendiri.
Saat ini ada sekitar 35 komunitas yang bergabung di Gerak Bareng Community. Masing-masing lembaga punya program yang berbeda. Melalui Gerak Bareng, tercipta program yang bermaat dan tepat guna. Bukan program yang isinya sekedar pencitraan. Kehadiran Gerak Bareng diharapkan menjadi solusi. Bukan hanya kuat di fund rising, tapi tak kuat di program atau sebaliknya.
“Dengan berbagai komunitas yang tergabung di Gerak Bareng, kami berdiskusi dan menyatukan langkah. Kami tidak mau terjebak dengan satu program yang itu-itu saja. Membuat program itu tidak mesti sama. Masing-masing komunitas dapat mengambil peranannya masing-masing,” ungkap Zaki yang dkenal sebagai pendamping anak jalanan Punk Muslim.
Zaki memberi contoh, komunitas yang bergerak dengan membagi-bagi nasi, maka komunitas lain tak perlu melakukan gerakan yang sama. Tapi bisa bergerak untuk mengadvokasi di bidang kesehatan atau penanganan kasus kebencanaan. Artinya, kita jangan terjebak dengan satu program. Acapkali terjadi kekacauan saat bencana alam, dimana semua semua NGO turun semua, tapi tak bisa melakukan apapun, karena tugasnya sudah selasai dan dikerjakan NGO lain.
Untuk momentum Ramadhan ini, Zaki menyarankan, hendaknya tidak membuat program yang itu-itu saja, seperti santunan, baksos, atau buka puasa. Sebetulnya, masih banyak yang bisa dieksplor dengan program lain yang lebih variatif. Tentu para donatur akan lebih sering untuk berdonasi, mengingat Ramadhan menjadi momentum untuk panen pahala.
“Gerak Bareng harus lebih meningkatkan harkat martabat kaum dhufa, dari mustaki menjadi muzakki. Tentunya mengubah paradigma pola pikir dan status sosial mereka, dari meminta menjadi memberi. Karena itu buatlah program yang unik, dan buat program bareng,” ungkap Zaki.
Ketika sipil bergerak, kata Zaki, akan menjadi barometer kebangkitan Indonesia. Tidak selalu mengandalkan pemerintah. Ketika ditanya, apakah kehadiran Gerak Bareng adalah sebagai bentuk ketidakpercayaan dengan lembaga yang sudah ada? Zaki mengatakan, tidak demikian. Seperti diketahui, BPJS telah hadir, lembaga zakat ada, tapi tidak mengcover segala persoalan sosial yang ada.
“Ketika Gerak Bareng membuat program bersama, tidak ada lagi persaingan. Semua eleman masyarakat, mulai dari, lembaga, komunitas, maupun perorangan, termasuk pemrintah, bisa saling sinergi. Terlebih pemerintah punya dana, kekuasaan, dan birokrasi yang lebih besar. Spirit 212 menjadi momentum para aktivis kemanusiaan untuk bersatu padu dengan program bersama,” ujarnya. (desastian)