“Tidak ada bukti dan fakta bahwa Ibu Siti Fadilah pernah memberi atau mentransfer dana kepada Amien Rais,” ujar Din.
Juga, mengaitkan kasus itu dengan menyebut nama Muhammadiyah, tegas Din, sangat tidak etis.
Din mengatakan, KPK perlu bertanggung jawab atas ucapan atau tuduhannya. Jika tidak, KPK sangat patut diduga bekerja untuk pihak tertentu, yaitu yang merasa tersinggung dengan gerakan politik Amien Rais selama ini.
“Saya memang menengarai bahwa selama ini KPK terkesan tidak netral dalam menjalankan tugasnya selama ini. Selain itu KPK juga menerapkan standar ganda terhadap kasus-kasus korupsi,” ujarnya.
Hal ini ditunjukkan oleh KPK dengan tidak berani mengusut korupsi korporasi. Termasuk kasus-kasus yang sudah kasat mata terindikasi korupsi seperti proyek reklamasi Jakarta dan RS Sumber Waras, ia menilai seperti ditutup-tutupi oleh KPK. Padahal lembaga negara seperti Badan Pemberiksa Keuangan (BPK) sudah membuat laporan penyimpangan.
Begitu juga, papar Din, banyak kasus besar yang cenderung dipetieskan atau dibatasi pada tersangka-tersangka tertentu oleh KPK, seperti BLBI, Hambalang, atau eKTP.
“Kita menunggu keseriusan KPK untuk melanjutkan kasus-kasus tadi termasuk kasus reklamasi, RS Sumber Waras, dan untuk memeriksa atau menyadap pejabat-pejabat yang disebut korup,” kata Din.
Ia pun berharap KPK tidak menerapkan standar ganda dan tidak menjadi alat pihak terrtentu. Apalagi untuk menghabisi lawan-lawan politiknya.
“Kalau ini terjadi, maka pemberantasan korupsi akan jauh panggang dari api,” imbuh Din. [AW/RMOL]