JAKARTA (Panjimas.com) – Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Wildan Wahyu Nugroho menilai usulan agar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masuk kampus adalah bentuk kepanikan pemerintah. Ia membantah adanya gerakan radikalisme di kampus.
Wildan menyatakan BNPT belum diperlukan untuk sampai masuk ke lingkungan kampus. “Kalau saya melihat ini kepanikan dari pemerintah, BNPT masuk kampus itu terlalu ekstrim menurut saya,” ujar Wildan kepada Republika, Jumat (2/6).
Wildan berpendapat bibit-bibit terorisme dan radikalisme muncul karena adanya krisis kesejahteraan di tengah masyarakat. Menurut Wildan, solusinya bukan dengan memasukkan BNPT ke dalam kampus, tapi pemerintah harus memperbaiki kesejahteraan dan kemakmuran yang seluas-luasnya bagi rakyat.
Wildan mengatakan kalau ada mahasiswa yang terlibat radikaliasme itu hanyalah oknum. Ia mencontohkan, seorang mahasiswa masuk kelompok radikal karena alasan putus cinta. Kasus-kasus itu tidak terstruktur dan tidak bisa dinisbahkan pada organisasi kampus tertentu.
Koordinator Pusat BEM SI ini menyadari spektrum pemikiran mahasiswa di lingkungan kampus sangat beragam. Semua ada dari yang paling kanan sampai paling kiri. Tapi, asumsi masuknya bibit-bibit radikalisme di lingkungan kampus menurutnya terlalu berlebihan.
Ia meminta pemerintah membuktikan seperti apa dan mana kelompok-kelompok yang dimaksud radikal. “Saya belum pernah melihat radikalisme yang dimaksud media dan pemerintah di dalam kampus. Saya belum pernah menjumpai secara langsung,” ujar Wildan.
Gagasan BNPT masuk ke kampus ini awalnya diusulkan oleh Forum Rektor Indonesia (FRI). Ketua FRI Suyatno mengatakan selama ini belum ada pemetaan terhadap perguruan tinggi yang rawan radikalisme. Ia mengusulkan agar BNPT masuk ke lingkungan kampus untuk membantu memantau potensi radikalisme dan intoleransi. [AW/ROL]