TRENTON, ONTARIO, (Panjimas.com) – Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengadakan pertemuan pribadi dengan Paus Fransiskus pada hari Senin (29/05).
Trudeau mewakili rakyat Kanada meminta Kepausan Gereja Katolik meminta maaf atas perannya dalam tragedi skandal di sekolah-sekolah panti Katolik native Amerika (suku Indian atau etnis pribumi Amerika).
Setelah pertemuan di Vatikan, Trudeau mengindikasikan bahwa Paus Fransis akan bekerja sama dengan Perdana Menteri dan Uskup Katolik Kanada untuk meminta maaf.
“Dia mengingatkan saya bahwa seluruh hidupnya telah didedikasikan untuk mendukung orang-orang terpinggirkan di dunia,” kata Trudeau, seperti dilansir CTV News.
Pada abad ke-19, pemerintah Kanada mulai mengambil anak-anak Indian dari orang tua mereka dan menempatkan mereka di sekolah-sekolah pantiyang dikelola Gereja, dengan tujuan untuk merubah keyakinan mereka ke agama Katoli dan mengajarkan mereka bahasa Inggris.
Para siswa ini menghadapi pelecehan fisik dan seksual yang merajalela di sekolah-sekolah panti tersebut [banyak dari mereka karena penyimpangan seks para Pastur], demikian menurut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dibentuk untuk mengatasi keluhan-keluhan mereka.
Sekitar 150.000 anak-anak mulai diambil pada akhir 1800-an dan tinggal di sekolah-sekolah panti Katolik yang letaknya jauh. Ada sekitar 80 sekolah panti dalam program ini pada tahun 1931, dan banyak yang dijalankan oleh Gereja Katolik.
Sekolah terakhir ditutup pada tahun 1996. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tersebut menuntut agar institusi Gereja Katolik mengajukan permintaan maaf.
Pada tahun 2009, Paus Benediktus XVI mengungkapkan “duka” mendalam atas “perilaku menyedihkan” [bejat] oleh beberapa anggota gereja [pastur-pastur] di sekolah-sekolah panti asuhan, namun permintaan maaf secara resmi tidak pernah dilakukan.
Gereja Anglikan telah meminta maaf atas perannya dalam tragedi sekolah panti asuhan pada tahun 1993 dan United Church juga melakukan hal yang sama di tahun 1998.
PM Trudeau, merupakan seorang pemeluk Katolik, Dia memberikan undangan kepada Paus untuk mengunjungi Kanada di tahun-tahun mendatang, dikutip dari Canadian Broadcasting Corporation.
Kasus pelecehan oleh para pastur atau pendeta terhadap anak-anak binaannya yang sudah terjadi puluhan tahun, tragedi ini terungkap berkat laporan Boston Globe tahun 2002.
Saat itu, Keuskupan Boston dilaporkan memindahkan para pendeta pelaku pelecehan ke berbagai tempat untuk melindungi mereka dan menutupi kasus itu.
Sejak saat itu, ratusan korban dan skandal terungkap di AS dan berbagai negara, penyelidikan global pun dimulai.
Konferensi Uskup Katolik AS memperkirakan Keuskupan Amerika telah merogoh kocek hampir US$4 miliar sejak tahun 1950 untuk menyelesaikan kasus pelecehan dengan para korban.
Laporan Boston Globe yang memenangkan Penghargaan Pulitzer itu menginspirasi film peraih Academy Award, “Spotlight.”
KAWIN DIPANTANG, SKANDAL SEKS PASTOR MARAK
Seperti diberitakan panjimas sebelumnya, salah satu doktrin khas Katolik adalah Selibat (celibacy), yaitu hidup membujang (pantang menikah) sepanjang hayat bagi para imam, diakon dan biarawati.
Anehnya, di gereja yang menerapkan doktrin Selibat Suci, justru banyak sekali pelaku selibat yang terjatuh dalam dosa zina di lingkungan gereja yang digembalakannya. Padahal, tujuan selibat adalah untuk lebih mencintai Tuhan secara totalitas.
Energi Gereja Katolik Roma terkuras untuk mengatasi berbagai kasus skandal seksual yang dilakukan oleh para pastor, uskup dan biarawan terhadap anak-anak (pedofilia) di berbagai negara: Irlandia, Amerika Serikat, Jerman, Austria, Belanda, Denmark, Swiss, dll.
Sedemikian maraknya skandal seksual di Gereja Katolik, sampai-sampai pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Benediktus XVI menerbitkan surat Pastoral, Jumat (19/3/2010) sebanyak 18 lembar.
Paus menganggap kasus tersebut sebagai kejahatan yang serius.
Bahkan Kanselir Jerman Angela Merkel mengeluarkan statemen saat berpidato di Parlemen, Rabu (17/3/2010), mengecam pelecehan seksual di Gereja Katolik terhadap anak-anak sebagai kejahatan yang keji. Merkel bahkan menyebut Gereja sedang berada di jantung skandal.
Bulan April 2012, Konferensi Waligereja America Serikat (United States Conference of Catholic Bishops/USCCB) mengeluarkan laporan tentang skandal seks yang melanda Gereja AS, yang menghabiskan dana milaran dolar.
Laporan skandal seks gereja itu, selain mengejutkan dan memanaskan telinga umat Katolik, juga merugikan Gereja Katolik AS hingga miliaran dolar. Tak tanggung-tanggung, USCCB melaporkan kerugian gereja akibat skandal para klerus itu mencapai $2.488.405.755 atau kurang lebih sekitar 21 triliun rupiah (jika menggunakan kurs rata-rata 9.100 rupiah per dolar). Rinciannya, $2.129.982.621 untuk keuskupan dan eparki dan $358.428.134 untuk tarekat religius. Biaya mahal harus dikeluarkan gereja untuk penyelesaian kasus, terapi para korban, membayar pengacara, tunjangan bagi para pelaku, dan biaya lain-lain.[IZ]