JAKARTA (Panjimas.com) – Pakar Hukum Pidana Prof Dr Mudzakir, SH, MH, mengaku belum menemukan dasar perbuatan yang menjadi akar jatuhnya status tersangka Habib Rizieq Shihab. Mudzakir juga menyebutkan dua kejanggalan dalam penetapan tersangka tersebut.
Pertama, kata dia, jika chat yang dituduhkan polisi dilakukan dengan telepon genggam atau gadget pribadi, maka dalam hukum pidana tidak dilarang. Isi chatting antara siapapun dan dengan konten apapun, menurut Mudzakir tidak ada masalah sejauh kedua belah pihak sama-sama menerima dan tidak menimbulkan sakit hati.
“Jadi kalau di chatting itu dianggap sebagai tindak pidana, maka itu tidak ada dasar hukumnya karena chatting itu tidak masuk ke ranah publik,” jelas Mudzakir saat diwawancarai Republika.co.id, Selasa (30/5).
Kedua, alasan pornografi, kata Mudzakir, belum diungkapkan secara jelas oleh penyelidik. Konten pornografi jika berada di dalam ranah pribadi seseorang dan tidak disebarluaskan, maka tidak dapat terjerat hukum pidana apapun. Tindak pidana, kata dia, adalah suatu penyimpangan hukum yang dilakukan dalam ruang publik.
“Kalau konten yang diduga pornografi itu berada di HP seseorang dan dibuka, maka yang salah adalah pihak yang membuka dan menuduh pornografi itu,” kata dia.
Penyelidik, kata Mudzakir, harus menjelaskan secara detail tentang dasar penetapan tersebut, bukan Kapolda. Dia menganggap, Kapolda tidak seharusnya ikut campur dalam perkara, mengingat tugas utama Kapolda sebagai penanggung jawab dalam bidang manajemen, moral dan sosial Polda Metro Jaya. Sedangkan penyelidik adalah orang yang terjun langsung dalam mengusut perkara.
“Penyelidik harus bisa menjelaskan dan tanggung jawab 100 persen kasus ini adalah penyelidik, bukan Kapolda,” kata dia. [AW/ROL]