MARAWI, (Panjimas.com) – Sekitar 85.000 penduduk terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka, karena sedang berlangsung pertempuran antara Militer Filipina kelompok Maute terkait Islamic State (IS) di Kota Marawi yang telah memasuki hari ketujuh.
“Pusat Manajemen Krisis” milik Pemerintah Daerah Otonom di Mindanao Muslim (ARMM) mengatakan bahwa tercatat sebanyak 84.460 pengungsi internal dari Marawi.
Mereka saat ini tinggal di pusat-pusat evakuasi warga sipil yang ditunjuk atau di rumah-rumah keluarga mereka di kota-kota terdekat, demikian menurut paparan Aktivis Kemanusiaan, Aksi Darurat dan Tim Tanggap Bencana Myrna Jo Henry berbicara kepada Anadolu.
Jo Henry mengatakan ada setidaknya 3.717 penduduk yang terdampar di kota tersebut, sementara 59 orang dinyatakan hilang.
Menurut Gubernur ARMM, Mujiv Hataman, penyerangan kelompok Maute dan beberapa elemen Abu Sayyaf ke Marawi telah menimbulkan penderitaan yang sangat besar bagi penduduk di kota tersebut.
Marawi adalah satu dari dua kota di ARMM. Kota ini terletak di provinsi Lanao del Sur dan memiliki populasi lebih dari 200.000 jiwa berdasarkan sensus tahun 2015 – sebagian besar penduduk adalah Muslim.
Hataman mengatakan bahwa teror dan pemindahan telah membuat suasana Ramadhan tahun ini menjadi muram dan cukup sulit bagi penduduk Muslim yang luas di kota ini.
Zia Alonto Adiong, seorang politisi yang mengkoordinasikan upaya untuk mengevakuasi warga sipil, mengatakan beberapa warga sipil yang tinggal di Marawi dalam kondisi tanpa pasokan makanan dan Ia menyerukan pihak militer segera menghentikan serangan udara.
Militer pada hari Senin (29/05) mengatakan selama tujuh hari berturut-turut pertempuran antara pasukan pemerintah dan kelompok Maute dan beberapa elemen Abu Sayyaf di Kota Marawi telah merenggut nyawa 100 jiwa.
Dalam sebuah wawancara dengan Radio DZMM pada hari Senin (29/05), juru bicara militer lainnya, Kolonel Edgar Arevalo, mengatakan bahwa korban setelah tujuh hari pertempuran, termasuk diantaranya 61 gerilyawan Maute, 20 tentara pemerintah dan 19 warga sipil.
Kol. Arevalo menekankan bahwa pemulihan korban bukan prioritas pemerintah, karena militer berfokus pada penyelamatan warga sipil dan operasi yang terkait dengan ancaman teror.
Sementara itu, kota Iligan, yang terletak sekitar 38 kilometer (23 mil) dari Marawi, dalam kondisi terblokade pada hari Senin, di tengah laporan bahwa gerilyawan Maute menyamar saat warga sipil bergabung dengan para pengungsi tersebut.
Kolonel Alex Aduca, Komandan Batalyon Infanteri Mekanik ke-4 Angkatan Darat, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon dengan Radio DZMM bahwa pengungsi tersebut akan ditolak masuk ke Iligan dan kemudian dikirim ke “area konsolidasi dan pengolahan” di kota Matungao dan Tagoloan, di mana mereka akan diberikan layanan dasar, seperti logistik dan kesehatan.
Presiden Rodrigo Duterte menerapkan status darurat militer di seluruh pulau Mindanao bagian selatan pada tanggal 23 Mei, menyusul bentrokan Selasa antara pasukan pemerintah dan kelompok Maute terkait Islamic State (IS) di kota Marawi.[IZ]