YANGON, (Panjimas.com) – Militer Myanmar pada hari Selasa (23/05) menyangkal dan malah menutup kasus tentang pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang meluas oleh tentara Myanmar terhadap Muslim Rohingya di Myanmar Barat, meskipun terdapat bukti kuat dari PBB dan kelompok hak asasi manusia.
Penyelidikan atas tuduhan dalam laporan PBB mengenai pembunuhan, pemerkosaan, pemukulan dan penghilangan selama operasi militer di Distrik Maungdaw, Rakhine, membuktikan bahwa 3 tentara Myanmar bersalah atas pelanggaran-pelanggaran yang relatif kecil.
Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengatakan bahwa kejahatan yang dilakukan terhadap minoritas Muslim oleh tentara dan polisi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Dari 18 tuduhan yang termasuk dalam laporan OHCHR, 12 ditemukan tidak benar, dan 6 tuduhan lainnya terbukti palsu dan menimbulkan tuduhan berdasarkan kebohongan dan pernyataan yang ditemukan,” demikian dalih bantahan penyidik militer Myanmar dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan Militer mengutip laporan Surat Kabar Myawaddy.
Tiga tentara masing-masing dipenjara selama setahun karena mencambuk penduduk desa Muslim dan mencuri sepeda motor selama operasi militer antara Oktober tahun lalu dan Februari tahun ini.
Human Rights Watch menuding militer dengan sadar dan sengaja menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan oleh pasukannya.
“Tugas mereka adalah menutupi apa yang terjadi di sana, bukan untuk mengekspos ini,” tegas Phil Robertson, Wakil Direktur Asia HRW (Human Rights Watch) yang berbasis di New York, saat berbicara pada Anadolu.
“Semua orang tahu militer Myanmar memiliki sejarah pelanggaran yang panjang. Penyangkalan atas kesalahan-kesalahan ini juga merupakan salah satu taktik lama mereka”, pungkasnya.
Dalam laporannya, OHCHR mengatakan lebih dari 70.000 Muslim Rohingya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh selama operasi militer tersebut.
Pemerintah menyebutkan 106 orang tewas dalam operasi militer tersebut namun kelompok Rohingya mengatakan sekitar 400 penduduk muslim dibunuh. Anak-anak dan bayi-bayi juga dilaporkan berada di antara para korban kekejaman rezim Myanmar itu.
Kemudian, Polisi dan Militer Myanmar membentuk tim investigasi mereka sendiri pada bulan Februari di samping sebuah komisi yang dibentuk oleh pemerintah pada bulan Desember untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan tersebut. [IZ]