DEPOK (Panjimas.com) – Masih sangat jarang dan terbilang langka, aktivis dakwah yang peduli dan mau bersusah payah untuk berdakwah di pedalaman Nusantara Indonesia. Salah satu NGO yang peduli itu adalah Gerakan Peduli Muslim Pedalaman (GPMP) yang diketuai oleh Devina Andiviaty, ahwat yang pernah belajar di Daarut Tauhid, Bandung.
Awal terbentuk GPMP berawal dari dengan nama GPMF (Gerakan Peduli Muslim Flores) pada tanggal 13 Mei 2012 sebagai bentuk kepedulian terhadap muslim minoritas di Flores, khususnya muslim di Pulau Lembata dan Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Kemudian seiring dengan kondisi masyarakat yang ada, gerakan kami luaskan kepada muslim-muslim pedalaman di seluruh Nusantara,” kata Devina kepada Panjimas di Depok, Jawa Barat, Senin (22/5) siang.
GPMP adalah gerakan yang dilatarbelakangi atas kepedulian kepada kaum muslim pedalaman yang kesulitan dalam memperoleh fasilitas keagamaan, seperti Al Qur’an, Iqra, dan juga buku mengenai keagamaan. Kemudian berkembang, tidak hanya Al Qur’an, tapi juga hewan qurban, pembangunan asrama dan harapannya bisa membantu di berbagai sektor kehidupan muslim pedalaman.
“Masih banyak masyarakat muslim yang tidak mempunyai mushaf Al Qur’an, terutama di pedalaman. Apalagi Qur’an terjemahan yang hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Begitu pun dengan keberadaan Al Qur’an di musholla dan masjid, kondisinya sudah using, lusuh dan dan tak layak baca,” kata Devina.
Buku Iqra yang menjadi pengantar awal, agar anak bisa membaca Al Qur’an pun harus bergantian, kadang berebutan. Buku-buku keagamaan yang bisa menambah penhetahuan dan pemahaman Islam pun sangat tidak memadai.
“Akses yang sulit terhadap Al Qur’an terjemahan, iqra dan buku keagamaan, diantaranya, karena sangat jaranf toko buku yang menyediakan, dan harganya pun sangat mahal. Sehingga tidak terjangkau, terutama bagi penduduk muslim yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal inilah yang menyebabkan kaum muslim di pedalaman rentan terhadap pendangkalan akidah,” ungkap Devina.
Salah seorang Pengurus Panti Asuhan Ummul Mukminin, Ichsan, di Sikka Maumere misalnya, pernah mengatakan, muslim pesisir disini banyak yang tidak memiliki Al Qur’an, sehingga pemahaman keagamaan, keislamannya pun seadanya saja. Kalaupun ada toko buku yang menjual, harganya sangat mahal, tidak terjangkau oleh kaum muslim yang miskin. Anak-anak panti asuhan pun harus bergantian belajar Iqra.
“Buku pelajaran pun hanya ada satu tiap mata pelajaran, disimpan di sekolah, untuk pengayaan guru, sedangkan murid-murid tidak ada yang memiliki buku pelajaran, apalagi buku mengenai keagamaan,” tandasnya.
Devina menceritakan, akses pendidikan keagamaan di Pulau Halmahera Barat sangat dirasakan kurang. Tidak ada guru agama dan guru sekolah yang bisa membimbing mereka, atau yang bisa dijadikan tempat bertanya. Quran terjemah, buku keagamaan pun sangat susah. Salah satunya adalah karena faktor jarak yang jauh dari kota besar utama (Ternate).
Terlebih ongkos yang mahal menjadi kendala buat para aktivis dakwah yang tinggal di pulau terpencil ini.
GPMP yang memiliki visi gerakan untuk mewujudkan manusia agar peduli kepada muslim pedalaman secara agama, kesehatan ekonomi, pendidikan dan sosial ini punya misi untuk menjadi penggerak bangsa dalam kepedulian terhadap muslim pedalaman.
Adapun fokus garapan GPMP di bidang keagamaan menjadi prioritas pertama gerakan ini, yaitu pengadaan fasilitas keagamaan dan ibadah, seperti Al Qur’an Terjemah, Iqra, buku bacaan, mukena, sarung, sajadah, jilbab dan sebagainya.
“Selain bidang keagamaan, GPMP juga melakukan pemberdayaan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial dan budaya, sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing,” tukas Devina.
Insya Allah, sehabis lebaran, jika tak ada aral melintang, GPMP akan melakukan “Ekspedisi Syahadat” di pedalaman Ternate, yang ditempati Suku Togutil, tepatnya di Kecamatan Weda Timur, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara.
“Saya nggak nyangka, saat silaturahim dengan dai di pedalaman sana, dan bertemu suku primitif Togutil yang telah masuk Islam. Rencananya akan ada sekitar 100 lebih suku Togutil yang akan bersyahadat,” tukas Devina. (desastian)