STOCKHOLM (Panjimas.com) — Partai Progressive Norwegia yang berideologi liberal dan anti-imigran (FrP), yang juga tergabung dalam koalisi partai penguasa pada hari Selasa (09/05) pekan lalu memutuskan untuk melarang ritual sunat bagi anak laki-laki di bawah usia 16 tahun, selain itu Partai Progressive (FrP) juga melarang pemakaian jilbab di sekolah-sekolah umum.
Keputusan kebijakan anti-Islam ini diambil dalam konferensi nasional tahunan FrP, di mana para kader Partai FrP bersepakat diperlukan larangan sunat, seperti dilansir IINA.
Partai Progressive (FrP) mengklaim bahwa sunat dapat menyebabkan “kerugian mental dan fisik pada anak-anak.”
Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg merupakan pemimpin koalisi antara Partai Konservatif dan Partai Progressive (FrP).
FrP adalah partai terbesar ketiga di Norwegia yang memiliki 29 kursi dari total 169 kursi di Parlemen Norwegia.
Sementara itu, salah seorang pemimpin partai, Siv Jensen, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Norwegia Aftenposten mengatakan bahwa dia menentang kebijakan larangan sunat.
“Ini sangat menyedihkan, [Partai Progressive] harus tahu bahwa mereka tidak akan mendapatkan suara mayoritas untuk hal ini di Parlemen. Sepertinya mereka ingin mengirim sinyal bahwa kami tidak diinginkan di negara ini,” kata Ervin Kohn, seorang Pemimpin Komunitas Yahudi di Norwegia, dikutip dari Aftenposten.
Dari pihak Muslim, Wakil Ketua Partai Demokrat Eropa Turki Uap (UETD), Fatih Zingal mengatakan kepada Daily Sabah dalam sebuah wawancara bahwa keputusan tersebut merugikan kebebasan beragama di Eropa.
“Kebebasan beragama adalah salah satu pilar hukum Eropa,” tegas Fatih Zingal.
“Kami juga mengalami situasi serupa di Jerman. Mereka juga mengusulkan untuk melarang sunat untuk anak laki-laki di bawah usia 16 tahun, maka kami dan komunitas diaspora Yahudi menentangnya. Karena ini adalah kewajiban agama bagi orang-orang Yahudi untuk menyunat anak-anak mereka pada hari kedelapan setelah kelahiran, Mereka harus mundur terkait usulan ini,” katanya. “Ini adalah pukulan serius bagi kebebasan beragama,” imbhnya.[IZ]