JAKARTA (Panjimas.com) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid tidak sepakat dengan wacana penghapusan Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama. Wacana tersebut muncul pasca pembacaan vonis hukuman penjara bagi terpidana penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
“Kami dari PKS akan berdiri di garda terdepan menolak penghapusan pasal tersebut. Terlebih, masih banyak orang ataupun golongan yang masih tidak menghormati agama, baik secara langsung dan tidak langsung,” ujar Hidayat di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta, Kamis, 11 Mei 2017.
Desakan penghapusan pasal penodaan agama tersebut, dinilai Hidayat justru menimbulkan kekhawatiran munculnya sikap intoleransi terhadap umat beragama. Seperti diketahui, Indonesia memiliki sejarah panjang terhadap pemberontak Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai tersebut dinilai sebagai golongan anti agama dan anti Tuhan. “Penghapusan pasal tersebut sama saja mendukung kemunculan PKI,” ujarnya.
Hal senada juga dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa. Ia tidak sepakat jika pasal tentang penodaan agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dihapus. Katanya, pasal tersebut harus tetap ada untuk mencegah adanya konflik horizontal di masyarakat.
“Kalau dihapus, apa yang terjadi, kita menyederhanakan peradilan masyarakat. Akhirnya konflik di tengah masyarakat yang tidak masuk ke ranah hukum,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/5).
Dia menuturkan, bisa saja pasal tersebut dihapus. Namun, itu terjadi kalau tidak ada lagi persoalan mengenai kebhinekaan atau saling menghina antar umat beragama.
Politikus Partai Gerindra itu lantas meminta supaya tidak ada pihak yang mengusulkan kepada pemerintah membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk menghapus pasal tersebut. Menurutnya, saat ini yang terpenting adalah menjaga suasana untuk damai. (desastian)