JAKARTA (Panjimas.com) – Sehubungan dengan banyaknya berita yang beredar secara liar terkait kasus pidana dengan tersangka atas nama Firza Husein (FH), Aziz Yanuar SH, MH, MM selaku kuasa hukum menyampaikan beberapa klarifikasi.
Klarifikasi tersebut disampaikan Aziz Yanuar, mengingat maraknya fitnah yang berdar melalui media mainstream dan media sosial, terkait kasus Firza Husein. Berikut ini penyataan lengkap dari Aziz Yanuar, selaku kuasa hukum Firza Husein yang diterima redaksi Panjimas.com, Jum’at (19/5/2017).
- Terkait foto-foto dan chat yang diduga mengandung unsur pornografi yang melibatkan nama dan foto / gambar mirip FH maka selaku kuasa hukum perlu kami tegaskan bahwa FH tidak pernah membuat, menyimpan dan menyebarkan foto atau WhatsApp (WA) chat yang berisi konten pornografi. Keterangan FH ini sudah dituangkan ketika pemeriksaan di kepolisian/dalam BAP yang merupakan dokumen hukum.
Dengan demikian apabila ada pihak-pihak yang masih tetap menyebarkan informasi bahwa FH yang membuat dan menyebarkan, maka informasi tersebut adalah informasi yang bersifat non yuridis formil dan opini jahat yang menyesatkan.
- Barang bukti hp dan WA chat yang digunakan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana dimaksud telah disita pada saat penangkapan terkait tindak pidana makar pada tanggal 2 Desember 2016.
Sehingga konten pornografi yang beredar luas baik dalam bentuk chat maupun foto diduga terkait dan mirip FH muncul setelah hp dan WA disita pihak kepolisian. Dan merupakan hasil “case building” dari pihak penyidik yang semula menyidik tindak pidana makar terhadap FH.
- Foto yang beredar selama ini yang juga digunakan sebagai obyek untuk diperiksa sebagai barang bukti menjerat FH dalam kasus dimaksud ini sudah merupakan hasil editing yang dibuktikan dengan ada beberapa icon di beberapa bagiannya. Oleh karenanya perkara ini jelas dibangun dengan menggunakan foto dan fake WA chatting hasil proses editing.
- Kami selaku kuasa hukum FH melihat bahwa kasus ini sarat dengan rekayasa dan bemaksud untuk menciptakan sensasi publik dengan tujuan utama untuk menghancurkan kredibilitas HRS dengan menyeret-nyeret klien kami agar terlihat seolah logis. Tujuan utama perkara ini menghancurkan kredibilitas HRS adalah untuk meruntuhkan kepercayaan umat terhadap HRS agar tidak lagi mampu memimpin untuk menyuarakan kritik umat terhadap jalannya roda penyelenggaraan negara. Sikap anti kritik dari penguasa inilah yang kemudian menjadikan aparat penegak hukum melakukan abuse of power untuk membungkam pihak yang kritis melalui rekayasa hukum dan menjadikan hukum sebagai alat represi.
- Ironi hukum yang paling buruk dalam UU pornografi adalah dengan menjadikan korban tindakan penyebaran pornografi sebagai tersangka, apalagi mengkriminalisasi seseorang dengan konten porno hasil editing atau rekayasa dari orang yang tidak bertanggung jawab.
- Kami selaku kuasa hukum meminta aparat penegak hukum harus bertindak adil dan menjalankan asas equality before the law, bersikap profesional, modern dan terpercaya. [AW]