YANGON (Panjimas.com) — Sebuah kelompok hak asasi manusia internasional pada hari Senin (08/05) mendesak pemerintah Myanmar untuk membuka kembali dua sekolah Islam yang ditutup pada akhir April menyusul tuntutan massa ratusan ekstrimis Budhha yang dipimpin oleh biksu ultra-nasionalis.
Pemerintah setempat – setelah melakukan negosiasi dengan para pemimpin Muslim setempat – menutup 2 madrasah muslim di Tharkayta, Yangon salah satu kota terbesar di negara itu.
Pada tanggal 28 April malam lebih dari 100 ektrimis Buddha yang dipimpin oleh Biksu ultra-nasionalis menuntut penutupan segera sekolah-sekolah Islam di daerah yang mereka klaim dioperasikan sebagai Masjid itu.
Human Rights Watch yang berbasis di New York, AS pada hari Senin mengatakan penutupan tersebut adalah “kegagalan terbaru pemerintah dalam melindungi minoritas agama di negara tersebut.”
“Pemerintah harus segera mengembalikan penutupan ini, mengakhiri pembatasan terhadap praktik agama minoritas (Islam), dan menuntut kelompok ultra-nasionalis Buddha yang melanggar hukum atas nama agama,” tegas Wakil Direktur Human Rights Watch (HRW), Phil Robertson.
Seorang perwira senior di Kepolisian Yangon mengatakan kepada Anadolu pada 29 April bahwa sekolah-sekolah tersebut “ditutup sementara” dan “tanpa keputusan pengadilan untuk mencegah konflik yang tidak perlu selanjutnya”.
Tin Shwe, kepala salah satu madrasah yang ditutup di daerah tersebut, mengatakan bahwa gerombolan ektirmis Buddhatersebut diyakini telah siap untuk menghancurkan atau membakar sekolah-sekolah tersebut kecuali jika pemerintah mengabulkan tuntutan mereka.
Phil Robertson mengatakan: “Para pemimpin Burma tidak dapat duduk santai dan menunggu kekerasan lebih lanjut terhadap kelompok minoritas. “Mereka perlu mengambil langkah proaktif untuk mengatasi ketegangan dan sengketa agama sehingga semua orang dapat mempraktikkan agama mereka dengan damai dan aman,” tandasnya.
Gerakan anti-Muslim telah meningkat di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, sejak pecahnya kekerasan komunal di negara bagian Rakhine bagian barat pada tahun 2012.[IZ]