GAZA (Panjimas.com) — Anak yatim adalah komunitas penting dalam masyarakat Palestina. Semakin hari jumlah mereka terus meningkat, khususnya di wilayah Jalur Gaza. Sebuah wilayah yang menerima dampak terburuk dari agresi Israel di tahun 2014 silam. Setidaknya 2.200 jiwa warga Gaza meregang nyawa dalam perang tersebut.
“Tidak sedikit dari mereka yang wafat meninggalkan banyak anak, yang kemudian tumbuh menjadi yatim, dan harus tetap bertahan hidup di tengah sulitnya kondisi kehidupan di Jalur Gaza, terblokade, terisolasi dan masih terjajah puluhan tahun,” ungkap Abdillah Onim, penanggung jawab program SOSUYIT Palestina dalam keterangan tertulisnya kepada Panjimas, Rabu (17/5).
Untuk bisa bertahan hidup di Jalur Gaza bukanlah hal yang mudah. Jalur Gaza dengan luas hanya 367 KM persegi seluas Ibu Kota Jakarta dengan jumlah penduduk 2.000.000 jiwa, 1,5 juta jiwa hidup dibawah garis kemiskinan. Jalur Gaza tidak hanya menjadi wilayah perang, namun blokade yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, mengubahnya menjadi penjara terbesar di dunia.
Sulitnya akses keluar-masuk ke wilayah ini, menyulitkan masyarakat Gaza untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dari arah pantai dihadang oleh angkatan laut penjajah, para nelayan pergi berlayar dan kembali tinggal nama bukan hasil tangkapan, mereka kerap ditembak, dibunuh dan perahu mereka dikaram hanguskan.
Sedangkan dari arah timur Jalur Gaza terbentang panjang kawat berduri dari utara hingga selatan Jalur Gaza, dengan tetancap pos-pos penembak jitu militer penjajah, hamper setiap hari para petani Jalur Gaza ditembak saat mereka berada dilahan perkebunan mereka.
Pintu perbatasan Rafah, perlintasan darat antara Jalur Gaza dan Mesir awalnya menjadi tumpuan dan harapan hidup bagi kaum tertindas ini, kini hanya menjadi mimpi nyata karena akses perlintasan seakan tidak bersahabat antara sesame jiran, pintu perbatasan Erez terletak di Jalur Gaza Utara berbatasan lansung dengan Israel, hanya menjadi jaring penjajah untuk menangkap, menahan dan menginterogasi khususnya mereka dituduh dan disangka dengan tanpa barang bukti oleh petugas imigrasi penjajah Yahudi.
Bagi anak-anak yatim dan fakir, yang telah kehilangan sosok yang selama ini bertanggung jawab dan peduli terhadap hidup mereka. Mimpi untuk mengenyam pendidikan yang layak, kesehatan yang terpelihara, dan seluruh kebutuhan hidup yang terpenuhi, seolah terkubur seiring terkuburnya jasad orang tua mereka.
Hari demi hari yang mereka lalui harus bertaruh dengan kondisi terjajah, tertindas, pengusiran merajalela, penggusuran rumah menjadi hal biasa dan misteri pembunuhan terhadap rakyat Palestina seolah hal lumrah, dilakukan oleh para penjajah tanah Palestina.
Hingga kini, berdasarkan data dari berbagai organisasi kemanusiaan di Palestina, jumlah anak yatim yang mendiami wilayah Jalur Gaza mencapai lebih dari 25.000 jiwa. Sebuah angka yang memerlukan perhatian lebih dari berbagai pihak. Terlebih dalam kenyatannya, anak yatim senantiasa memerlukan perhatian yang lebih luas dalam berbagai bidang kehidupan, seperti; pasokan makanan bergizi, pakaian, pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Atas dasar hal di atas, aktivis Indonesia untuk kemanusiaan Palestina, Abdillah Onim yang akrab disapa Bang Onim, seorang WNI yang sudah berkecimpung dunia kemanusiaan sejak tahun 2000 silam, kini beliau memutuskan untuk menetap di Jalur Gaza kembali meluncurkan sebuah program kemanusiaan bertajuk “SOSUYIT (Saya Sebagai Orang Tua Asuh Anak Yatim di Palestina) / Orang Tua Asuh Yatim Palestina.”
Dalam program ini, akan dibentuk tim yang mengawasi kehidupan dan berbagai urusan anak yatim, yang terdiri atas; pengawas, penghibur anak-anak, pekerja sosial dokumentasi, serta akuntan. Tim ini nantinya akan mengumpulkan data sang anak terkait keluarga dan wali setelah kematian ayah mereka, serta sebab kematian sang ayah, kemudian menyimpan semua data tersebut dalam sebuah file khusus, sejak 1 Mei hingga 16 Mei 2017 sudah lebih dari 180 calon orang tua asuh yang mengirimkan whatsapp untuk melakukan pendaftaran.
Program ini akan menghimpun berbagai pihak yang peduli dan berniat menjadi orang tua asuh bagi anak yatim dan fakir di Jalur Gaza, Palestina. Rencananya, santunan dari pihak-pihak tersebut akan diberikan sejak sang anak duduk dibangku Sekolah Dasar hingga lulus perguruan tinggi. Hanya dengan Rp.600.000/ bulan, kesempatan untuk memiliki anak asuh di Jalur Gaza terbuka lebar. Adapun penentuan dan pemilihan anak asuh tersebut akan berlangsung pada tanggal 24 – 25 Mei 2017 di Gaza City, Palestina.
Dalam menjalankan program ini, setiap orang tua asuh akan mendapat foto anak asuh mereka, alamat serta nomor telepon orang tua kandung atau keluarga sang anak. Seluruh santunan yang diberikan oleh orang tua asuh akan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup anak asuh mereka, seperti; perlengkapan dan seragam sekolah, biaya dan peralatan kesehatan bagi yang sakit, pakaian baru untuk hari raya serta kebutuhan pokok lainnya.
Mekanisme menjadi orang tua asuh dalam program ini sangatlah mudah. Bagi mereka yang berminat, cukup mengirimkan data berupa: Nama, Nomor Hand Phone (HP) dan asal daerah ke nomor WhatsApp + 972 59 8058513.
Santunan bisa langsung disalurkan ke nomor rekening: 69000 90001 BNI Cabang Kramat Jakarta Pusat a.n: Abdillah Onim. Setelah transfer dilakukan, segera konfirmasi dengan format “Saya SOSUYIT Palestina” ke nomor + 972 59 8058513.
Orang tua asuh akan mendapat laporan perkembangan sang anak asuh per empat bulan terkait kondisi sang anak, dari segi kesehatan, sekolah dan perkembangan hafalan Alqur’an.
Setiap empat bulan sekali, orang tua asuh akan menerima laporan mengenai kondisi sang anak, dari segi kesehatan, sekolah dan perkembangan hafalan Alqur’an. Melalui SOSUYIT Palestina diharapkan anak yatim dan anak fakir di Jalur Gaza memiliki masa depan yang cerah. []