JAKARTA (Panjimas.com) – Terkait adanya rencana penjemputan paksa Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab di luar negeri oleh aparat kepolisian dinilai oleh Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra sebagai tindakan terburu-buru dan gegabah.
Menurut Yusril, penjemputan paksa hanya bisa dilakukan apabila seseorang itu mangkir dari panggilan polisi sebanyak tiga kali tanpa alasan yang sah dan dapat dibenarkan.
“Kalau kemarin kan Habib Rizieq tidak bisa hadir karena sedang melaksanakan umrah di tanah suci, alasan ini bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Senin (15/5/2017)
Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengatakan, kebijakan penegakan hukum di Indonesia saat ini sudah banyak ditunggangi kepentingan politik. Dia berharap, polisi bersikap adil dan profesional terhadap seluruh rakyat Indonesia.
Yusril menegaskan, pemanggilan paksa tidak diperlukan, karena ia yakin Habib Rizieq akan bersikap kooperatif. “Saya tidak tahu kenapa penegakan kebijakan hukum di Indonesia sekarang seperti memojokkan umat Islam. Padahal saya yakin Habib Rizieq akan memberikan keterangan yang diperlukan dan beliau kooperatif,” katanya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyatakan akan menjemput paksa Habib Rizieq lantaran sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik. Habib Rizieq sendiri masih berkapasitas sebagai Saksi terkait kasus tuduhan pornografi berupa percakapan seks. Seperti disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono yang mengatakan, Habib Rizieq seharusnya diperiksa pada Rabu, 10 Mei lalu. Namun dia tidak menghadiri pemeriksaan.
“Jadi sudah kami layangkan surat panggilan kedua untuk diperiksa tanggal 10 Mei, dia nggak hadir. Makanya nanti kalau sampai ke Indonesia langsung kami bawa,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (12/5) (edys)