JAKARTA (Panjimas.com) – Penahanan Ahok atas Perintah Hakim secara tertulis di dalam amar putusannya, harus dilaksanakan dan mengikat. Permohonan Penangguhan Penahanan yang dilakukan oleh kuasa hukum Ahok adalah sesuatu yang tidak lazim, karena penangguhan penahanan dapat dilakukan jika terdakwa ditahan pada saat proses penyidikan Kepolisian.
Hal itu dikatakan Ketua Umum Advokat Muslim NKRI, Ahmad Alkatiri kepada Panjimas, terkait permohonan penangguhan penahanan terpidana Ahok, kasus penistaan agama yang belum lama ini divonis majelis hakim selama dua tahun penjara.
“Surat Penangguhan Penahanan yang dibuat oleh Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta secara resmi dan menggunakan Kop Surat adalah tidak seharusnya dilakukan. Karena yang bersangkutan tidak mewakili seluruh warga Jakarta, tapi lebih kepada pribadi. Jika yang bersangkutan menggunakan Surat Resmi dengan kapasitasnya sebagai wakil gubernur, maka hal itu dapat dikatagorikan penyalahgunaan wewenang yang bisa diminta pertanggungjawabanya melalui DPRD-DKI Jakarta,” papar Al Katiri.
Menurut Al Katiri, tindakan memindahkan Ahok dari Rumah Tahanan Cipinang ke Rumah Tahanan Mako Brimob dengan alasan keamanan dan terganggunya lalu lintas adalah alasan yang tidak dapat diterima oleh publik. Mengingat, semua orang tahu Ahok adalah tahanan untuk perkara biasa, bukan tindak pidana khusus seperti Tindak Pidana Teroris,Korupsi ataupun Makar.
“Selama ini Mako Brimob digunakan untuk menahan orang yang melakukan tiga perkara tersebut. Kalau memang alasannya demi keamanan siapa yang mengancam atau akan menyakiti yang bersangkutan? Mengingat yang bersangkutan baru beberapa jam menghuni Rumah Tahanan Cipinang. Jika alasan mengganggu lalu lintas, kenapa tidak dipindahkan ke Rumah Tahanan sejenis di luar kota ataupun luar pulau, seperti layaknya yang dilakukan terhadap napi-napi yang dipindahakan atau dimutasi sebelumnya,” ungkap Al Katiri. (edys/des)