KAIRO (Panjimas.com) — Pengadilan Mesir pada hari Senin (08/05) memutus vonis hukuman 25 tahun penjara bagi pemimpin Ikhwanul Muslimin beserta dua pemimpin kelompok lainnya, dengan dalih peranan dalam mengorganisir sebuah aksi sit-in (pendudukan) besar di Kairo yang kemudian dihentikan dengan kekerasan menyusul kudeta militer Mesir tahun 2013, menurut sebuah sumber pengadilan setempat.
Pengadilan tersebut juga menghukum 15 terdakwa lainnya dengan hukuman 5 tahun penjara masing-masing, sementara membebaskan 21 orang lainnya, jelas sumber tersebut mengatakan kepada Anadolu secara anonim.
Para terdakwa, termasuk pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohamed al-Badie, dituduh membentuk apa yang kemudian dikenal sebagai “Ruang Operasi Rabaa” saat duduk di Lapangan Rabaa al-Adawiya Kairo untuk mendukung mantan Presiden Mohamed Morsi.
Mohamed Morsi merupakan presiden pertama yang terpilih secara bebas di Mesir dan juga menjabat sebagai pemimpin senior Ikhwanul Muslimin, Morsi digulingkan dan dipenjarakan dalam kudeta militer tahun 2013 yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fatah As-Sisi.
Para terdakwa dituduh melakukan serangkaian tuntutan, termasuk usaha-usaha untuk “memicu kekacauan” serta menyerang institusi dan gereja negara bagian, selain itu menyebarkan gambar orang-orang yang dibunuh dan mengalami luka-luka selama aksi demonstrasi besar-besaran itu.
Ratusan demonstran dilaporkan terbunuh – dan ribuan lainnya terluka – saat aksi pendudukan Kairo diamankan dengan kejam dan diserang oleh pasukan keamanan Mesir. Aksi pendudukan massal itu hanya dilakukan selama enam minggu setelah Morsi digulingkan dalam sebuah kudeta militer, setelah ia hanya sempat memegang amanah presiden selama satu tahun.
Dalam waktu hampir empat tahun sejak insiden itu, pihak berwenang Mesir telah melakukan tindakan keras terhadap para pendukung Morsi dan anggota kelompok Ikhwanul Musliminnya yang saat ini dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh rezim As-Sisi [IZ]