JAKARTA (Panjimas.com) – Jaringan ’98 merasa miris melihat aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan relawan dan simpatisan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hingga menghina Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan dari berbagai berita media massa, Mendagri Tjahjo Kumolo merasa geram akibat simpatisan Ahok menuduh Pemerintahan Jokowi lebih buruk dari pemerintahan sebelumnya dan Tjahjo meminta simpatisan Ahok tersebut untuk meminta maaf secara terbuka. Termasuk juga pernyataan Komisi Yudisial (KY) yang menyayangkan aksi-aksi relawan dan simpatisan Ahok beberapa hari terakhir.
“Era demokrasi, tak boleh ada larangan menyampaikan aspirasi hingga mengkritik pemerintah. Tapi jangan karena jagoannya kalah pilkada dan dipenjara kasus penistaan agama, lalu seenaknya dengan berbagai dalil dan alasan menghina Presiden Jokowi,” ujar Jurubicara Jaringan ’98, Ricky Tamba kepada media, Sabtu (13/5/2017).
Dikatakan Ricky, kekalahan Ahok sudah melalui proses elektoral Pilgub Jakarta yang demokratis konstitusional, tindak pidana penistaan agama oleh Ahok juga sudah disidangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara secara terbuka dan sesuai aturan hukum positif Indonesia.
Dia menyarankan agar Ahok beserta pendukungnya menempuh cara-cara perlawanan yang elegan dan jujur seperti banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, pengaduan ke KY dan lain sebagainya, tanpa harus membangun opini memutarbalikkan seakan-akan terzalimi dan teraniaya. Padahal, mayoritas rakyat Jakarta sudah terbukti tak memilih Ahok dan maraknya jutaan rakyat di berbagai daerah berdemonstrasi mengecam kasus penistaan agama Islam.
“Sebagai mantan relawan Jokowi di Pilpres 2014 yang tulus ikhlas tanpa pamrih rebutan jabatan dan kue kekuasaan, bahkan kami juga pendukung beliau sejak masih Wali Kota Solo saat berseteru dengan Gubernur Jateng dan pemerintah pusat terkait mobil Esemka dan kasus cagar budaya gedung pabrik es tua, kami sangat tak rela bila Presiden Jokowi dikecam dan dihina tanpa argumentasi rasional, hanya karena emosi egoisme kepentingan kelompok Ahok semata,” kecam Ricky.
Jaringan ’98 mendesak aparat penegak hukum untuk menangkap siapapun simpatisan Ahok yang menghina Presiden Jokowi, serta menerapkan aturan hukum yang tegas untuk aksi-aksi demonstrasi yang melanggar ketentuan Undang-undang Kebebasan Menyampaikan Pendapat, agar tak menjadi preseden buruk yang ditiru kelompok lainnya untuk mengangkangi hukum dan mengancam keutuhan negara.
“Tangkap simpatisan Ahok penghina Presiden Jokowi! Polri juga tak boleh pilah-pilih, harus membubarkan aksi-aksi demonstrasi yang melanggar aturan berlaku seperti tanpa pemberitahuan tertulis, melebihi pukul 18 WIB dan saat libur hari besar nasional. Usut tuntas bila ada motif khusus dan aktor intelektual yang mendesain aksi-aksi demonstrasi yang melanggar hukum.,” desak Ricky.
Secara khusus, Ricky meminta relawan dan simpatisan Ahok agar jangan menggurui kami tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, karena mayoritas rakyat Indonesia sangat tepo seliro biasa tenggang rasa berdemokrasi dalam kehidupan sehari-hari di tengah bingkai keanekaan suku, agama, ras dan golongan.
“Bagi mayoritas rakyat Indonesia, Merah Putih, NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi pegangan berbangsa dan bernegara sejak berpuluh tahun lalu,” pungkas Ricky Tamba. []