BERLIN, (Panjimas.com) – Tokoh muslim di Jerman selatan akhir April lalu diserang dengan bom molotov pada hari Kamis malam (27/04) dimana masyarakat disana tinggal bertahun-tahun dalam damai.
Necati Coskun, Ketua Asosiasi Masjid Sultan Eyup di kota Weil am Rhein, mengatakan bahwa penyerang yang tidak dikenal melemparkan setidaknya empat perangkat ke gedung tersebut, sehingga menyebabkan kerusakan ringan.
Serangan terakhir terjadi di tengah gelombang sentimen anti-Muslim di Jerman.
Upaya pembakaran Kamis malam adalah serangan ketiga yang menargetkan Masjid milik komunitas Muslim Turki di Jerman selama 2 pekan terakhir.
Coskun mengatakan bahwa masyarakat khawatir akan meningkatnya perasaan anti-Turki dan anti-Muslim di Jerman.
“Selama bertahun-tahun kami hidup bersama dengan damai; Kami tidak pernah menyakiti siapapun. Masjid kami tidak pernah ikut campur dalam politik, selalu tetap netral, ” katanya kepada Anadolu Agency.
“Kami berharap agar para pelaku akan segera ditangkap dan diadili,” pungkas Coskun.
Kamera-kamera keamanan Masjid tersebut menangkap gambar sekelompok 5 orang yang melempar perangkat ke gedung Masjid. Aparat Kepolisian telah meminta bantuan masyarakat untuk mengidentifikasi tersangka.
Serangan Masjid
Pekan lalu, penyerang yang tidak dikenal merusak Masjid di Freiburg dan Leipzig, simbol-simbol Nazi dan slogan anti-Turki disemprotkan ke dinding-dinding Masjid.
Belum jelas apakah ketiga serangan ini dikoordinasikan.
Serangan ketiga Masjid itu datang setelah debat publik yang memanas di Jerman tentang referendum konstitusi Turki pada 16 April lalu serta perdebatanterkait pilihan politik dari komunitas Turki yang berjumlah sekitar tiga juta jiwa yang kini tinggal di Jerman.
Sebagaimana diketahui terdapat banyak pendukung proposal Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk perubahan menjadi sistem presidensil.
Di antara 700.000 ekspatriat Turki yang memberikan suaranya di Jerman, 63 persen memilih sistem presidensial di Turki, sementara 39 persen menolaknya.
Politisi Jerman yang mendukung kampanye “No” (penolakan) berpendapat bahwa dukungan untuk Erdogan di kalangan ekspatriat Turki adalah pertanda bahwa mereka tidak terintegrasi dengan baik, dan tidak sensitif terhadap isu demokrasi dan kebebasan.
Beberapa politisi sayap kanan anti-Islam bahkan meminta orang-orang Turki yang mendukung kampanye Yes (setuju) untuk meninggalkan Eropa dan kembali ke Turki.
Para pemimpin komunitas Turki dengan tajam mengkritik seruan semacam itu dan memperingatkan agar tidak menyebarkan rasisme di Jerman.
Jerman sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Uni Eropa, telah menerima lebih dari 1,1 juta pengungsi yang kebanyakan berasal dari Suriah dan Irak.
Sentimen anti-imigran dan anti-Islam yang tumbuh dalam beberapa tahun terakhir ini, dipicu oleh propaganda partai-partai sayap kanan.[IZ]