BEKASI (Panjimas.com) – Adanya dugaan tindakan pelanggaran administrasi dan tindak pidana dalam proses perizinan pembangunan Gereja Santa Clara bekasi terungkap saat dilakukan acara dialog antar tokoh ulama dan masyrakat dengan walikota bekasi pada hari Senin (8/5/2017) di Graha Hartika, WulanSari, Bekasi, Jawa Barat.
Menurut Drs Abdullah Al Katiri, SH, MBA, selaku Ketua Umum Aliansi Advokat Muslim Cinta NKRI (AAM-NKRI) mengungkapkan di Indonesia sudah ada regulasi yang mengatur soal pendirian rumah ibadah.
“Bahwa dalam SKB 2 Menteri itu jelas diantaranya mengatur dalam pembangunan rumah ibadah ada ketentuan ketentuan khusus yang diatur didalamnya. Bukan hanya gereja saja tapi juga masjid termasuk didalamnya” ujar Al Kitiri.
“Pertama itu Harus ada 60 orang sekitar tempat ibadah tersebut. Yang selanjutnya adalah harus disekitar yang terdekat. Bukan yang dibelakang atau yang jauh dari lokasi pembangunan rumah ibadah itu. Ini adalah Soal penegakan hukum,” papar Al Kitiri.
Al Katiri mengungkapkan SKB 2 menteri ini dibuat tujuannya adalah untuk merawat kerukunan umat beragama.
“Kalau kita ada di Papua, maka kalau mau buat masjid harus minta izin orang Papua disana, begitu ketentuannya,” ujarnya
Selanjutnya, Al Katiri menyampaikan bahwa dirinya bersama puluhan lawyer, tengah menangani kasus dugaan manipulasi pendirian Gereja Santa Clara.
“Dari hasil kajian dan penelitian soal perizinan pembagunan Gereja Santa Clara. Saya sudah menugaskan 42 lawyer dan kami menemukan adanya dugaan pelanggaran, baik surat-surat administrasi dan yang lainnya. Juga ada dugaaan tindak pidana lainnya pada proses perizinan yang dilakukan,” ungkapnya.
Ke depan, Al Katiri menegaskan berencana menempuh jalur hukum. “Karena ada dugaan pelanggaran maka siapa pun yang membubuhkan tanda tangan disitu maka mereka termasuk terlibat didalamnya,” tandasnya. [Edi]
https://youtu.be/da22K3l7buE