JAKARTA (Panjimas.com) – Sebelum membacakan vonis, anggota majelis hakim menyebutkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Ahok selama persidangan. Akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan terdakwa perkara penistaan agama Basuki Purnama bersalah dan dijatuhkan hukuman dua tahun penjara.
Adapun yang memberatkan Ahok itu meliputi: Terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan dan menciderai umat Islam, perbuatan terdakwa dapat memecah-belah kerukunan antar umat beragama dan antar golongan.
Sedangkan yang meringankan Ahok meliputi, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa bersikap sopan di persidangan, dan terdakwa bersikap kooperatif selama mengikuti proses persidangan. Majelis Hakim kemudian menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Memperhatikan Pasal 156a huruf a KUHP dan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 serta ketentuan lain yang bersangkutan, mengadili menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa olah karena itu dengan pidana penjara selama dua tahun,” kata Dwiarso.
Selanjutnya, kata dia, memerintahkan agar terdakwa ditahan, menetapkan barang bukti yang diajukan oleh penuntut umum berupa nomor satu dan seterusnya dan barang bukti yang diajukan oleh penasihat hukum berupa nomor satu dan seterusnya, seluruhnya tetap terlampir dan menjadi bagian yang tudak terpisahkan dari berkas perkara, membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.
Atas putusan itu, Ahok akan mengajukan banding. Setelah putusan itu, Ahok pun langsung ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
Di persidangan terakhir itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara berpendapat bahwa keterangan atau pun bukti-bukti dari saksi-saksi pelapor yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat diterima karena merupakan fakta hukum.
Menurut Abdul Rosyad, anggota Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, video yang dijadikan barang bukti oleh saksi-saksi pelapor tidak ada yang diedit dan sama dengan yang ada di situs resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Pada awalnya saksi mendapatkan informasi dari orang lain mengenai adanya penodaan agama itu, mulai dari Facebook, WhatsApp, Masjid, dan cerita teman. Kemudian saksi mencari tahu melalui media Youtube dan video kunjungan itu diputar dalam persidangan dan dibenarkan terdakwa,” kata Rosyad saat membacakan putusan terhadap Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.
Majelis Hukum pun tidak sependapat dengan penasihat hukum bahwa saksi-saksi pelapor itu adalah saksi yang mendengarkan dari orang lain dan hal tersebut harus dikesampingkan.
“Penolakan penasihat hukum itu tidak beralasan dan harus dikesampingkan sehingga keterangan saksi, terdakwa, dan adanya barang bukti berupa video kunjungan terdakwa di Kepulauan Seribu, menurut pengadilan terbukti secara fakta hukum,” tuturnya.
Majelis Hakim pun menyatakan terdakwa secara sengaja berbicara mengenai Surat Al Maidah 51 dalam pidatonya saat melakukan kunjungan di Kepulauan Seribu. Apalagi terdakwa dalam bukunya berjudul “Merubah Indonesia” juga menyinggung Surat Al Maidah ayat 51.
“Menimbang bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah menghendaki dan mengetahui. Menimbang bahwa fakta hukum menunjukkan terdakwa sudah tahu dan paham ayat suci Al Quran sebagai kitab suci agama Islam, maka harus dihormati dan dihargai baik umat Islam maupun umat agama lain termasuk terdakwa. Hal ini berlaku juga untuk kitab suci agama lain,” ucap Rosyad. (desastian)