JAKARTA (Panjimas.com) – Sebanyak 1.000 Al Qur”an Braille Digital dibagikan secar gratis kepada penyandang Tuna Netra di Balai Sudirman, Jakarta, belum lama ini (4/5). Penyerahan itu merupakan bagian dari Gerakan Nasional Wakaf Alquran Braille Digital yang dipelopori oleh Yayasan Syeikh Ali Jaber.
Secara simbolik, Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang didampinggi ketua Yayasan Syekh Ali Jaber dan dan Ketua Gerakan Nasional Wakaf Qur’an Braille Digital Indonesia (QBDI) Arief Pribadi menyerahkan Seribu Alquran Braille Digital kepada Tunanetra,baik anak-anak mapun orang dewasa.
Saat menyerahkan Alquran Digital, Oesman Sapta pun diangkat menjadi Bapak Tunanetra.“Mata boleh buta, tapi hati tidak boleh pernah buta, karena kekuatan Al Qur’an. Hak asasi manusia adalah sesuatu melekat pada pribadi sesorang karena orang tersebut adalah manusia. Hak ini dimiliki oleh semua manusia penyandang cacat tanpa diskriminasi. Karena itu, penyandang tunanetra punya hak yang sama untuk dapat belajar dan mencintai Al-Qur’an,” kata Oesman.
Menurut Oesman Sapta, penyandang tuna netra di Indonesia saat ini mencapai 3,6 juta orang. Mereka membutuhkan perhatian dan dukungan. Sebagian besar penyandang tunanetra di Indonesia adalah umat Islam.
Melihat kondisi tersebut , Syekh Ali Jaaber merasa terpanggil untuk mendirikan Yayasan Qur’an Braille Digital Internasional bersama Syekh Ade Al Kalbani (Imam Besar Masjidil Haram) dan kemudian menginisiasi program Wakaf Sejuta Al-Qur’an Braile Digital.
Menurut Syeikh Ali Jaber, program ini disambut baik dan mendapat dukungan dari berbagai kalangan, mulai dari lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat umum. Melalui upaya keras Syekh Ali jaber yang dalam perjuangannya didampinggi Drs.Arif Pribadi yang didaulat menjadi Ketua Quran Braille Digital, hingga saat ini telah berhasil membagikan 7000 Alquran kepada para penerima manfaat diberbagai daerah di Indonesia.
Menurut Arif Pribadi, program yang digulirkan sejak tahun 2014 ini menjadi satu –satunya program yang intensif berkelanjutan memperhatikan kaum disabilitas netra di Indonesia . “Hal ini dikuatkan dengan sinergi yang mengikat antara Yayasan Quran Braille Digital dengan Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) yang tersebar di 33 Provinsi di Indonesia ,” imbuh Arief Pribadi.
Ini yang kemudian mendorong program ini menjadi ‘Gerakan Nasional Wakaf Alquran Braille Digital. Menurut Arief gerakan ini telah mendapat berbagai penghargaan salah satunya dari Museum Rekor Indonesia (MURI) saat tanggal 6 Desember 2015.
Arif menyatakan, bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional,Yayasan Quran Braille Digital berhasil mengelar kegiatan Akbar bersama 1500 Tunanetra di Surabaya. Program ini sangat membantu tunanetra ,dan menjadi alternatif utama dalam belajar dan mengajarkan Al-Quran bagi kaum tunanetra.
Melalui Gerakan ini Syekh Ali Jaber bersama ITMI (Ikatan Tunenetra Muslim Indonesia ) mengajak kepada sebanyak-banyaknya orang ,kepada berbagai pihak pemerintah maupun swasta untuk berkontribusi membatu mencetak dan mendistribusikan Qur’an Braille Digital kepada Tuna Netra di seluruh Indonesia ,sehingga terwujud secara merata 1 (satu) juta tunanetra muslim dapat memiliki Al-Qur’an Braille Digital.
Syeikh Ali Jaber mengatakan, ia memiliki kewajiban sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah Swt atas segala nikmat termasuk nikmat untuk melihat, agar kita juga bisa mengingat saudara kita sesama umat Islam yang mengalami keterbatasan, namun mereka berhak untuk bisa merasakan kebahagiaan dan juga berhak untuk mempelajari dan memahami Al Qur’an.
“Mudah-mudahan melalui gerakan wakaf 10 ribu Al Qur’an itu akan menjadi langkah untuk mengajak semua lapisan masyarakat dan lembaga sosial di luar negeri maupun di dalam negeri untuk dapat membahagiakan seluruh muslim tuna netra yang ada di Indonesia maupun di seluruh dunia,” ujar Syeikh Ali Jaber.
Perlu diketahui, diawal perjuangannya, Syeikh Ali Jaber mengaku menjual rumah untuk mewujudkan program wakaf 10.000 Al Quran Braille digital untuk tuna netra seluruh Indonesia. Bahkan, Syeikh Ali dan keluarganya sempat tinggal di rumah kontrakan.
“Program Al Quran Braille digital kami mulai dari nol. Untuk mewujudkan program ini saya dan istri sepakat untuk menjual rumah. Alhamdulillah, saya memiliki istri yang luar biasa komitmennya untuk dakwah,” kata Ali dalam seminar sehari membaca Al Quran di Jakarta, Minggu (15/05/2016).
Dia menyatakan bahwa untuk dakwah harus total dan memberikan apa yang dimiliki. “Kalau hanya untuk beristirahat, saya tinggal duduk-duduk saja di Madinah. Saya datang untuk membenarkan bacaan Al Quran sebagaimana Allah SWT turunkan. Dengan program wakaf Al Quran Braille ini, kami berharap keterbatasan tidak menjadi halangan bagi seseorang untuk belajar Al Quran,” kata Syeikh Ali yang datang ke Indonesia pada 2008. (desastian)