JAKARTA (Panjimas.com) – Aksi hari ini adalah Aksi Bela Islam yang merupakan akumulasi dari aksi-aksi sebelumnya. Tuntutan umat Islam tetap sama yaitu harus adanya keadilan hukum. Hukum harus tegak diatas segalanya, tanpa terkecuali. Jika isu penistaan agama dibiarkan tanpa keadilan. Maka, tidak mustahil rentetan sikap rasis, menodai agama terutama akan menjadi ajang penghinaan yang tidak berkesudahan. Satu sama lain tidak saling menghormati.
Di sela-sela penyiapan aksi 505, Jumat (5/5/2017) di Jakarta, Ketua Umum PP Pemuda PUI Raizal Aripin menyampaikan tuntutannya. “Kita umat Islam hanya menginginkan keadilan hukum. Tanpa keadilan hukum dalam kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok, akan menimbulkan gejolak sosial yang lebih luas. Ini bukan persoalan pilkada DKI. Kasus ini telah membuka celah adanya penghinaan terhadap keyakinan agama yang lain. Dan, bisa dilihat. Jutaan orang hadir ke Jakarta sebagai sikap ada persoalan kebangsaan yang harus diselesaikan bersama.”
Berdasarkan informasi yang berkembang pasca kasus Ahok tidak direspon cepat. Terus bermunculan sikap rasisme terhadap kelompok-kelompok masyarakat maupun individual. Ada kasus “Tiko” yang diucapkan oleh orang yang bernama Steven, Nathan, dan sejumlah sikap rasis yang banyak beredar di media sosial.
Ketua III PP Pemuda PUI Yogi Agus Salim menambahkan, “Negara kita adalah negara yang menjunjung tinggi kehormatan hukum. Kita punya Pancasila, UUD 1945. Dan tentunya adalah NKRI. Umat Islam Indonesia cukup bersabar terhadap kasus Ahok. Tidak melakukan umpatan rasis sebagai aksi balasan. Hanya saja, jika kasus Ahok dibebaskan. Saya tidak bisa membayangkan aksi rasisme akan menjadi fenomena yang membahayakan kerukunan antar kelompok. Satu dengan lainnya tidak bisa menjaga perasaan keyakinan atas keyakinan lainnya.”
Bahkan dalam amatan Maman Abdurrahm, Ketua II PP Pemuda PUI gejolak sosial akan menjurus pada titik nadir. “Dengan dihukumnya secara maksimal pada kasus Ahok, masyarakat Indonesia akan berhati-hati dalam berujar. Tidak mudah menebar kebencian terhadap keyakinan. Dan gejolak konflik sosial akan bisa diminimalisir.” [PUI]