JAKARTA (Panjimas.com) – Alumni Aksi 212 kembali berkumpul untuk melakukan Aksi Bela Islam 55, besok, Jumat (5/5/2017). Kali ini Aksi Damai umat Islam mendesak Ketua Mahkamah Agung mengawal proses sidang terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Aksi yang yang digelar oleh GNPF MUI tersebut akan dilaksanakan seusai salat Jumat di Masjid Istiqlal. Setelah itu, massa akan langsung berjalan menuju Mahkamah Agung dengan berzikir untuk menemui Ketua Mahkamah Agung.
Tim pengacara Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Kapitra Ampera mengatakan, “Kami meminta agar hakim sidang dalam kasus penodaan agama tidak diintervensi, sehingga kami meminta MA mengawal,” ujar Kapitra Ampera.
Massa Aksi 55, kata Kapitra, tidak akan ada rencana ke istana. Tujuan peserta aksi hanya ke Mahkamah Agung. Dalam aksinya, umat Islam meminta independensi hakim menjelang vonis perkara penistaan agama dengan terdakwa Ahok. Mengingat, umat Islam kecewa atas tuntutan jaksa terhadap Ahok dalam kasus penistaan agama. “Kami sangat menyesali tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang tidak mewakili umat Islam yang tergabung dalam aksi 212,” ucapnya.
Sementara itu Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta GNPF melakukan aksi 5 Mei dengan tertib. Ia juga meminta agar aksi tersebut tidak menekan hakim sidang. “Yang paling penting demo ini untuk menyampaikan unjuk rasa, bukan juga melakukan tekanan kepada hakim,” kata Tito.
Tito menambahkan, Polri siap mengamankan aksi massa dalam putusan sidang tersebut pada 9 Mei. “Polri akan memberikan pelayanan keamanan sepanjang dilakukan dengan tertib dan jaminan kepada hakim mekanisme persidangan pada 9 Mei nanti,” ucapnya.
GNPF MUI juga meminta Polri membebaskan agar Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam, Muhammad Al Khaththath, dibebaskan dari tuduhan makar. Al Khaththath ditangkap polisi menjelang aksi unjuk rasa pada Jumat, 31 Maret 2017. Dia dituding berencana melakukan makar, sehingga dibawa ke Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok. Hingga kini, dia masih ditahan dan belum diizinkan pulang.
Pimpinan Pesantren Assyafiiyah KH Abdul Rasyid Abdulllah Syafii menyatakan kasus Al Khaththath adalah bentuk dari penggunaan hukum sebagai “instrument of power” yang tidak adil. “Tuduhan ini jelas mengada-ada dan bentuk kezaliman tehadap ulama,” ujarnya. Secara formil dan materiil, kata dia, Aksi 313 adalah hak yang dijamin Undang-Undang. “Bukan upaya pemufakatan untuk melakukan makar.”
Dia menjelaskan unjuk rasa yang digelar pada Jumat, 31 Maret 2017 bermaksud meminta pemerintah memberhentikan terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. GNPF dan 40 organisasi kemasyarakatan lainnya meminta agar Al Khaththath dan empat aktivis Islam yang ditangkap sebelum Aksi 313 dibebaskan dari tahanan.
Kedua, meminta agar hak-hak dasar Al Khaththath dan 4 orang lainnya dipenuhi, seperti hak beribadah, hak dikunjungi keluarga, dan hak konsultasi hukum. (desastian)