SEMARANG, (Panjimas.com) – Sidang lanjutan wartawan Panjimas.com, Ranu Muda di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (2/5), menghadirkan Mahladi selaku saksi ahli jurnalistik.
Mahladi adalah mantan Wartawan Republika yang kini menjadi Pimred Kelompok Media Hidayatullah.
Menurut Mahladi, mencari data dan fakta adalah tugas profesional seorang jurnalis. Dalam menjalankan profesinya, seorang jurnalis dibolehkan mengikuti rapat sebuah organisasi demi mendapatkan sebuah fakta yang valid.
Hal ini dipaparkan saksi ahli terkait keterlibatan Ranu yang diundang dalam rapat Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS).
“Jadi bisa saja seorang jurnalis ikut rapat dalam organisasi,” papar pria yang mengampu 4 mata kuliah jurnalistik di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Natsir, Jakarta ini, sebagaimana dilaporkan Islamic News Agency.
Hal ini, lanjut Mahladi, lumrah dilakukan para wartawan sebagaimana seorang wartawan terbiasa mengikuti rapat-rapat di DPR.
“Cuma dia tidak boleh memberikan usulan-usulan. Dia hanya boleh merekam,” ujar Mahladi yang sudah 20 tahun menjadi wartawan ini.
Dalam sidang ini, Jaksa lalu bertanya apakah boleh seorang redaktur pelaksana melakukan inisiatif liputan tanpa instruksi pimred. Mahladi mengatakan, hal itu boleh saja dilakukan.
“Dalam struktur redaksi, posisi tertinggii ada di pemimpin redaksi. Di bawah pimred ada Redaktur Pelaksana. Jadi dengan struktur ini, sangat mungkin seorang redaktur pelaksana mengambil keputusan sendiri,” jelas Mahladi menerangkan.
Lebih lanjut Mahladi juga mengatakan, seorang reporter di lapangan bisa melakukan liputan baik karena inisiatif sendiri maupun atas dasar perencanaan redaksi.
“Setelah itu, dia menulis dan hasilnya dilaporkan kepada redaktur,” papar redaktur ahli Majalah Gontor tahun 2003-2007 ini.
Sementara itu, saksi ahli lain yang dihadirkan adalah dosen psikologi Universitas Diponegoro, Dr. Hastaning Sakti.
Wanita yang merampungkan program doktor di UGM ini diminta menganalisa video tindakan Ranu yang memotret insiden di Social Kitchen. Jaksa mempersoalkan apakah itu dilakukan karena sebuah instruksi. Dengan lugas, Hastaning menjawab bahwa hal itu bukan instruksi, melainkan insting.
“Itu adalah insting seorang fotografer,” tukas Hastaning menjelaskan. [pizaro/TM]