JAKARTA (Panjimas.com) – Wakil Ketua DPR Fadli Zon melaporkan pemilik akun Twitter bernama @NathanSuwanto ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Senin (1/5/2017) lalu. Dalam melakukan pelaporan, Fadli Zon menunjuk Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) sebagai kuasa hukum.
Kicauan tersebut diposting pada Sabtu, 29 April 2017 pukul 12.36 WIB. ACTA menilai, cuitan Nathan melanggar Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengenai penyebaran ujaran kebencian atau permusuhan dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
ACTA juga akan melaporkan dengam dasar hukum Pasal 29 UU ITE mengenai ancaman kekerasan yang ditujukan secara pribadi yang ancaman hukumannya 12 tahun. “Nathan Suwanto telah melakuan penyebaran ujaran kebencian serta ancaman pembunuhan terhadap sejumlah tokoh, dan dirinya termasuk salah satunya,” ujar anggota ACTA, Ali Lubis di Bareskrim Mabes Polri, Kompleks Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2017).
Cuitan yang dimaksud ACTA berbunyi ‘If you know of a way to crowdfund assassins to kill Fahira Idris, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Rizieq Shihab, Buni Yani, and friends, lemme know’. Cuitan ini diposting pada Sabtu 29 April 2017 pukul 12.36 WIB.
Cuitan tersebut dinilai bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merupakan bentuk pencederaan demokrasi di Indonesia. ACTA menilai Nathan menyikapi perbedaan pilihan politik secara berlebihan yaitu dengan penyebaran ujaran kebencian dan bahkan ancaman pembunuhan.
“Kami berharap agar Bareskrim bisa bertindak cepat mengusut kasus ini karena semua bukti dan saksi sudah kami lengkapi. Setiap bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh siapapun dan kepada siapapun haruslah diusut dengan tuntas,” harapnya.
ACTA juga turut menyerahkan bukti-bukti berupa tautan (link) akun twitter tersebut serta foto tampilan tweet tersebut. Selain itu, mereka juga menyerahkan nama-nama dua orang saksi yang mengetahui terjadinya penyebaran tweet tersebut.
Dia menilai pelaku juga tidak terlihat menyesal, bahkan sikapnya seolah merasa kebal hukum. “Yang lebih penting, kami tidak melihat adanya penyesalan dari si pelaku. Kami bahkan menangkap gelagat bahwa si pelaku merasa kebal hukum dan tidak takut terhadap konsekuensi hukum perbuatannya,” tuturnya. (desastian)