JAKARTA (Panjimas.com) — Pendidikan diyakini menjadi salah satu daya ungkit utama kemajuan sebuah bangsa. Ini karena pendidikan adalah strategi yang paling efektif dan solutif sebagai jalan keluar dari berbagai persoalan pembangunan, mulai dari kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, rendahnya kualitas sumber daya manusia, hingga minimnya inovasi dan persoalan kehidupan lainnya.
“Menghadirkan pendidikan yang berkualitas, terjangkau dan dapat dirasakakan semua warga negara tanpa diskriminasi secara otomatis mengurai berbagai persoalan pembangunan,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam keterangan pers tertulisnya dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2017.
Dikatakan Fahira, langkah awal yang lebih dulu dilakukan semua negara maju adalah fokus membenahi dunia pendidikannya. Menjadikan pendidikan sebagai daya ungkit kemajuan inilah yang belum sepenuhnya optimal di Indonesia. Padahal jika kita memberikan fokus lebih kepada pendidikan, maka niscaya semua persoalan kompleks bangsa ini bisa teratasi
Fahira mengungkapkan, keberlanjutan Indonesia sebagai sebuah bangsa besar di masa mendatang ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusianya. Sebab itu, penyediaan akses pendidikan yang memadai dan merata pada semua lapisan masyarakat yang merupakan amanat kebangsaan dan tugas sejarah yang besar harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya oleh siapapun yang memimpin negeri ini.
“Komitmen pemerintah terhadap pendidikan harus tercermin pada kualitas sumber daya manusia, peningkatan kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta politik anggaran, serta bagaimana pelayanan pendidikan yang mencakup semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan dihadirkan dengan baik. Ini harus menjadi catatan pemerintah saat ini,” tukas Senator Jakarta ini.
Saat ini, lanjut Fahira tantangan terbesar dunia pendidikan Indonesia adalah luasnya cakupan wilayah Indonesia dan masih belum sempurnanya kualitas pendidikan mulai sistem belajar mengajar, kompetensi guru, infrastruktur pendidikan, dan pemanfaatan teknologi, serta belum ada sistem nasional yang mampu memacu minat baca. Kompleksitas masalah inilah, menurut Fahira, yang mengakibatkan pemeringkatan tingkat pendidikan Indonesia di tingkat dunia masih terus berkutat di papan bawah.
“Membangun Indonesia dari pinggiran sesuai slogan Presiden, itu harus diartikan, bukan hanya pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan atau jembatan semata, tetapi juga membangun manusianya. Ini jauh lebih penting. Caranya mulai dari menyempurnakan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah pinggiran sampai penyediaan tenaga pengajar yang berkualitas. Ini yang saya lihat belum maksimal,” pungkas Fahira. [des]