JAKARTA (Panjimas.com) – DPR hari ini akan menggelar rapat paripurna untuk membahas hak angket terhadap KPK untuk mendesak membuka rekaman BAP Miryam Haryani.
Rapat paripurna hari ini, Jumat (28/4/2017), sejatinya adalah untuk pembacaan pidato penutupan masa sidang IV tahun 2016-2017. Agendanya lalu ditambah dengan pembahasan hak angket yang diusulkan anggota Komisi III DPR ini.
Berkenaan dengan hal tersebut, tentu saja Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sangat berkepentingan akan upaya DPR membahas hak angket tersebut yang menurutnya adalah upaya DPR untuk mencoba mengkaburkan substansi dari pokok permasalahan yang sesungguhnya terjadi
“Yakni ada dugaan terkait dengan keterangan Miryam Haryani dalam BAP nya yang menyebut ada beberapa anggota DPR yang menerima uang dari mega korupsi proyek e-KTP yang diduga merugikan negara trilyunan rupiah,” kata Direktur Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Gufroni, SH.,MH, dalam keterangan persnya yang diterima Panjimas (28/4).
Pembahasan hak angket ini merupakan sebuah kenyataan pahit dimana nampaknya DPR tidak berkehendak dan tidak memiliki komitmen akan upaya pemberantasan korupsi. DPR kami nilai tidak pro terhadap agenda pemberantasan korupsi.
“Justru secara terang dan jelas berusaha menghalangi KPK sebagai lembaga anti rasuah dengan kewenangan yang dimiliki DPR, yakni hak penyelidikan dengan meminta KPK membuka rekaman BAP Miryam Haryani yang sesungguhnya tidak pada tempatnya, karena KPK bukan merupakan lembaga eksekutif melainkan lembaga penegak hukum.”
Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menilai bahwa langkah DPR ini adalah merupakan intervensi kewenangan yang dimiliki KPK dalam mengusut tuntas mega korupsi proyek KTP elektronik, sehingga tidak ada alasan lagi untuk membahas hak angket dalam kasus ini.
“Kami mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan hak angket tersebut, mengingat banyak permasalahan di negeri ini yang harus ditangani selaku wakil rakyat di DPR. Miisalnya tentang nasib ratusan petani Karawang yang hingga saat ini membutuhkan perhatian kita bersama.”
Para petani itu sudah tak memiliki tanah dan tempat tinggal, karena sudah diusir dan rumahnya diratakan dengan tanah oleh PT Pertiwi Lestari. Hingga saat ini ratusan para petani Karawang tersebut masih di tampung di Muhammadiyah yang seharusnya ini menjadi kewajiban negara. (desastian)