JAKARTA (Panjimas.com) – Penegakan hukum di Indonesia akan teruji pada tanggal 9 Mei 2017 mendatang. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menjadwalkan sidang pembacaan putusan perkara penistaan agama dengan terdakwa
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Selasa (9/5) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.
Sebelumnya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto meminta tanggapan jaksa mengenai nota pembelaan (Pledoi) terdakwa dan kuasa hukumnya. Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono pun menjawab, bahwa berdasarkan Pasal 182 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jaksa mempunyai hak untuk memberikan jawaban atau replik atas pembelaan terdakwa.
Dwiarso mengatakan, setelah tuntutan, pembelaan dan replik telah disampaikan oleh Penuntut Umum, maka majelis hakim akan menyampaikan putusan sesuai jadwal pada 9 Mei 2017. “Untuk itu diperintahkan saudara terdakwa untuk hadir dalam sidang tersebut,” kata Dwiarso.
Sebelumnya jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara satu tahun dengan masa percobaan dua tahun kepada Ahok karena menilai Ahok terbukti melanggar rumusan unsur pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ahok menjadi terdakwa perkara penodaan agama setelah video pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, ketika dia menyebut adanya pihak yang menggunakan Alquran Surat Al Maidah 51 untuk membohongi, beredar dan memicu serangkaian aksi besar dari organisasi-organisasi massa Islam.
Tegakkan Keadilan
Sementara itu, Saksi pelapor (Anggota MUI Kota Bogor), Willyuddin Abdul Rasyid Dhani dalam keterangan tertertulisnya berharap, Majelis Hakim memutuskan hukuman seberat-beratnya kepada penista agama. “Semoga Ketua Majlis Hakim Dwiarso, menjadi penentu sejarah di NKRI yang kita cintai ini, dalam penegakan keadilan yang dituntut oleh kaum muslimin di seluruh Indonesia, pada tanggal 9 Mei 2017 yang akan datang.”
Dikatakan Wallyuddin, apabila hakim adil dan berani memutuskan sesuai dengan tuntutan umat Islam Indonesia, insyaallah persatuan dan kesatuan bangsa ini akan terjaga dengan aman, kebhinekaan akan tetap menjadi keniscayaan. Tentunya, Majelis Hakim menjadi pengharum citra penegakan hukum di Indonesia.
“Tapi jika sebaliknya, maka kebhinekaan akan terkoyak, persatuan dan kesatuan bangsa akan hancur berantakan, laknat Allah akan turun di muka bumi. Gunakan nurani untuk menegakkan keadilan,” ujarnya. (desastian)