JAKARTA (Panjimas.com) – Kasus penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bukan perkara kecil, maka jangan ada yang menganggapnya kecil.
Hal itu disampaikan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr M Din Syamsudin, melalui rilisnya yang tersebar di media sosial.
“Ujaran kebencian yang ditebarnya dari Kepulauan Seribu September tahun lalu merupakan bentuk intoleransi dan anti kebhinekaan yang nyata. Jika dibiarkan, hal itu potensial mengganggu kerukunan antar umat beragama dan antar etnik di negara Pancasila yang berbhineka tunggal ika. Maka, tindakan penistaan seperti itu harus diamputasi melalui penegakan hukum yang berkeadilan dan memenuhi rasa keadilan rakyat,” kata Din Syamsudin, melalui pesan siaran, yang diterima Panjimas.com, Sabtu (22/4/2017).
Menurut Din Syamsudin, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam pengadilan kasus penistaan agama oleh saudara Basuki Tjahaja Purnama, secara kasat mata dirasakan mengabaikan rasa keadilan rakyat dan menunjukkan secara nyata keberpihakan pemerintah untuk melindungi tersangka.
“Penundaan pembacaan tuntutan dengan alasan yang mengada-ada dan penuntutan hukum sangat ringan yang bertentangan dengan jurisprudensi yang ada dirasakan sebagai kecenderungan mempermainkan hukum. Hal ini jika dibiarkan maka akan menimbulkan ketakpercayaan (distrust) kepada instansi penegakan hukum dan dapat menimbulkan ketaktaatan (disobedience) terhadap hukum dan penegakan hukum,” jelasnya.
Oleh karena itu, Din Syamsudin mengingatkan, demi penegakan negara berdasarkan hukum, kecenderungan mempermainkan hukum agar dihentikan dan sidang kasus penistaan agama diluruskan.
“Saatnya rakyat warga negara, lintas agama, suku, golongan dan lapisan, bersatu padu utk menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jangan usik rasa keadilan rakyat, karena rakyat akan bangkit berdaulat, dan Gusti Allah ora sare,” tandasnya. [AW]