SOLO (Panjimas.com) – Inisiator Pengajian Politik Islam (PPI) KH. Cholil Ridwan, menegaskan bahwa agama dan politik tidak bisa dipisahkan. Pernyataan Jokowi yang menyebut agama harus dipisah dengan politik adalah salah besar.
Saat menjadi pembicara Shubuh berjamaah di Masjid Nurul Iman Kalitan, Laweyan, Solo, KH. Cholil menjelaskan, bahwa Nabi Muhammad menjadikan masjid sebagai tempat markas militer, memimpin rapat kabinet. Artinya membahas politik pun di masjid. Agama, jelas tidak bisa dipisahkan dengan politik, militer, ekonomi bahkan budaya.
“Masjid Nabi bukan musholla atau tempat sholat saja. Masjid Nabi pun dijadikan tempat kegiatan umat, termasuk markas
militer, rapat kabinet, taklim, menerima tamu pun di masjid. Lha masjid kita hanya dijadikan musholla (tempat sholat),” katanya, Jumat (14/4).
Ditinggalkannya Al Quran sebagai pedoman, kata kiai, menyebabkan Al Quran kelak tinggal nama. Akibatnya, orang kafir melecehkan Al Quran dan menyudutkan umat Islam.
“Al Quran diturunkan bukan hanya dibaca. Kegiatan MTQ bagus, tapi Al Quran belum dibakukan sebagai hukum yang berlaku, syariat Islam belum tegak. Saya memulainya ada pijat syariah, sampai pada negara bersyariah,” harapnya.
Kiai Cholil mengatakan, puncak dari Islam adalah Jihad. Nabi Muhammad Saw memimpin Jihad sebanyak 26 kali, ini bukti umat Islam harus berjihad. Jika meninggalkan sunah Nabi, umat Islam akan kalah dan didholimi bahkan menjadi muslim dzimmi.
“Jihad itu fardu ‘ain, laki-laki tidak berudzur wajib jihad.Orang yang mati saat sujud sholat wajib dimandikan disholatkan dikafani didoain, dikuburin. Tapi orang yang mati dalam perang tidak perlu dimandikan, pakaian tidak perlu dilepas atau dikafani, langsung dikuburkan tidak perlu didoakan, pasti dia masuk surga,” ungkapnya.
Kiai Cholil berpesan kepada umat Islam agar paham politik, sehingga dapat negara demi tegaknya syariat Islam. “Inilah yang kita tinggalkan. Padahal Rasulullah Saw mengajarkan umat Islam mengurus negara dengan syariat,” pungkasnya. (SY)