PONOROGO (Panjimas.com) – Sosok DR. Zakir Naik, ternyata bukan hanya ahli ilmu perbandingan agama, cakap dalam berdebat, tapi juga memiliki stamina yang kuat. Setiap kali menyampaikan kuliah umum di Bandung dan Yogyakarta, dan Ponorogo, Zakir Naik mampu berdiri selama empat jam lebih.
“DR. Zakir memang memiliki kondisi tubuh yang prima. Meski agendanya padat, sejak pagi hingga malam, kesehatannya tetap fit. Saat menyampaikan materi kuliah umum di Bandung dan Yogjakarta, ia berdiri selama 4 jam lebih. Jika ada perserta yang bertanya, ia jawab dengan panjang lebar hingga acara berakhir,” kata Humas Zakir Naik Indonesia Visit 2017, Budhi Setiawan.
Panitia mengakui, lumayan keteter mengikuti agenda DR Zakir Naik yang padat. Ketika ditanya soal pola makan Zakir
Naik, Budi mengatakan, beliau lebih cocok masakan India dan Arab.
Selain fisiknya yang kuat, Zakir Naik juga sangat memahami dan memperhatikan hal-hal teknis, mulai dari sound system, tata panggung, hingga microphone. Jika dirasakan kurang, ia turun tangan, dan meminta tim teknisi untuk memperbaiki sound system.
“Zakir Naik memang sangat detail dan perfect jika sudah melakukan pelayanan kepada umat. Ia tidak ingin main-main. Ia ingin orang yang bekerjasama dengannya harus orang yang profesional.”
Tak jarang, Zakir kerap mengatur tata kamera dan audio yang memberi kenyamanan kepada peserta yang hadir. Bahkan ia masuk ke control room untuk melihat setiap frame dari setiap kamera. Produser harus tahu polanya Zakir Naik,” kata Budhi.
Zakir selalu ngecek sound system bagaimana feed back, sound. Di Yogya misalnya, ia berhenti bicara Kenyamanan audiens. Jika ada kesalahan teknis atau ada feedback, ia pasti menegur panitia berkali-kali.
Tak banyak orang yang mengikuti kuliah umumnya memahami bahasa Inggris dengan dialek Indianya. Ketika ditanya soal transletter, Budhi mengatakan, hal itu diatur oleh panitia lokal.
Selama mendampingi ke Indonesia, tepatnya ketika DR Zakir Naik memasuki Masjid Istiqlal, saat melepas alas kaki, ia menolak sepatunya dibawakan orang lain. Ia selalu membawa sepatu miliknya sendiri. Begitu juga dengan tas miliknya, ia sering membawa tasnya sendiri.
Yang menarik, beliau tidak mau difasilitasi dengan sesuatu yang high class, mulai dari kereta api (Jakarta-Bandung dan Jogyakarta-Madiun) hingga hotel tempatnya menginap. Ia selalu minta kelas ekonomi.
Satu hal, Zakir Naik selalu menjaga wudhu. Di Yogjakarta, misalnya, sebelum menyampaikan materi kuliah umum, Zakir Naik diberitahaukan sedang mengambil air wudhu terlebih dahulu. (desastian)