BEIJING, (Panjimas.com) – Pihak berwenang China baru-baru ini dilaporkan telah memberlakukan larangan menumbuhkan jenggot bagi Muslim dan larangan mengenakan jilbab di tempat umum bagi para Muslimah di Provinsi Xinjiang, yang merupakan wilayah dengan penduduk mayoritas Muslim, demikian menurut laporan media.
Pihak berwenang China berdalih bahwa pelarangan jenggot dan jilbab bagi Muslim Xinjiang itu adalah upaya-upaya untuk mengekang ekstremisme dan radikalisasi di daerah itu. Yang dianggap rentan karena berbatasan dengan Kirgizstan, Tajikistan, dan Afghanistan.”
China mengklaim inisiatif kebijakan anti-Islam itu didorong sebagian besar oleh kematian ratusan orang selama beberapa tahun terakhir di Xinjiang dimana pasukan keamanan pemerintah secara rutin terlibat bentrokan dengan para militan dan menghadapi kerusuhan dengan Muslim Uighur.
Namun, para kritikus dan pengamat mengatakan bentrokan bersenjata dan serangan itu respon terhadap tindakan keras terhadap penduduk Muslim yang dilakukan oleh Beijing.
Pihak berwenang China menolak tuduhan adanya penindasan, dan menekankan bahwa etnis Uighur dan hak-hak mereka berada di bawah perlindungan pemerintah.
Aturan-aturan baru akan diberlakukan mulai Sabtu (01/04), kata pihak berwenang setempat melalui website mereka, seperti dilansir IINA.
Aturan-aturan baru akan menganggap penggunaan landasan agama bukan dengan prosedur hukum untuk menikah atau perceraian tidak sah atau ilegal.
Aturan baru itu juga tidak akan memaksa anak-anak Muslim untuk menerima kurikulum nasional dan melarang program homeschooling, dan pembelajaran homeschooling dirumah-rumah Muslim akan dianggap ilegal.
Nama-nama bayi tertentu juga akan dilarang, pihak berwenang China terutama melarang “penamaan anak-anak untuk membesar-besarkan semangat keagamaan”, seperti misalnya nama-nama yang berkaitan dengan ghiroh Islam ataupun dengan asal kata Arab
Ini juga akan menjadi pelanggaran jika Muslim Xinjiang “menolak atau tidak mau” menonton tayangan televisi negara atau siaran radio negara, meskipun tidak jelas bagaimana pemerintah berencana untuk menegakkan peraturan ini.
Etnis Uighur merupakan kelompok minoritas Muslim yang berbahasa Turki dengan jumlah 45 persen dari total populasi di Xinjiang.
Kelompok minoritas Muslim di China telah lama menuding pemerintah membatasi hak-hak budaya dan agama mereka.
Kelompok-kelompok HAM internasional menuding pihak berwenang China telah memberlakukan aturan yang berat sebelah di wilayah Xinjiang, termasuk serangan penyerbuan dan tindak kekerasan oleh polisi China terhadap rumah-rumah Muslim Uighur. Bahkan kebijakan pembatasan bagi Muslim untuk mempraktian ajaran Islam, dan pembatasan pada ekspresi budaya Muslim Uighhur serta bahasa asli dari etnis Uighur.
Sementara di sisi lain, para ahli di luar Cina mengatakan bahwa pihak Beijing telah membesar-besarkan ancaman dari muslim Uighur, dan bahwa kebijakan-kebijakan domestik tersebut bertanggung jawab atas meningkatnya kekerasan yang telah menewaskan ratusan orang sejak tahun 2012.[IZ]