JAKARTA, (Panjimas.com) – Tim Advokat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) dan Ormas Islam lainnya berkumpul di Arrahman Qur’anic Learning (AQL) , Tebet, untuk menetukan sikap resmi terkait penangkapan dan penahanan pimpinan Aksi 313 pada Jum’at (31/03) dini hari lalu.
KH Abdurrasyid Abdullah Syafi’i, ulama betawi sekaligus pimpinan Ponpes Asy Syafi’iyah Bekasi, membacakan pernyataan sikap bersama ini.
“Mewakili para habaib, alim ulama dan aktifis Islam, kami mengingatkan bahwa salah satu pilar negara ini adalah menjadikan NKRI menjadi negara hukum yang berkeadilan. Dan arti dari negara hukum yang berkeadilan adalah menjadikan hukum sebagai panglima, bukan kekuasaan menjadi panglima,” katanya, Senin (03/04).
Ia melanjutkan, sudah sepantasnya penegak hukum menegakkan hukum yang Adil. Bukan hanya digunakan untuk melemahkan umat Islam atau tokoh umat Islam saja serta mencari -cari kesalahan umat Islam semata.
“Selaku pimpinan Aksi 313, sekjen FUI ditangkap dengan tuduhan makar. Dan ini merupakan bentuk dari penggunaan hukum sebagai instrumen of power yang tidak berkeadilan. Tuduhan ini jelas mengada-ada dan menzalimi ulama,” ungkapnya.
Lantas, ia menyebut bahwa Aksi 313 baik secara substantif maupun formil adalah hak warga negara Indonesia yang dilindungi undang-undang.
“Ini bukan upaya permufakatan untuk melakukan makar, dan tidak melanggar undang-undang apapun, justru kita meminta kepada pemerintah untuk menegakkan hukum yang adil. Pemerintah terikat kepada hukum, bukan diatas hukum,” tegasnya.
“Kami hanya meminta seorang terdakwa tidak menjabat sebagai pejabat publik. Karena tidak dibenarkan dengan hukum pemda kita,” lanjutnya.
Karenanya, mereka meminta agar Al Khattath serta empat orang lainnya segera dibebaskan dari tahanan dan hak-hak dasar Al Khattath sebagai ulama atau 4 tahanan lainnya sebagai warga Indonesia tidak dikurangi Seperti hak beribadah. [TM]