SEMARANG (Panjimas.com) – Sri Asmoro Eko Nugroho alias Eko LUIS, mengungkapkan cara-cara brutal oknum aparat kepolisian yang diduga melakukan penyiksaan saat dirinya ditangkap.
Hal itu disampaikan Eko saat membacakan eksepsi di depan majelis hakim, Pengadilan Negeri Semarang, Jalan Siliwangi 512, Semarang, Jawa Tengah, pada Rabu (29/3/2017).
Berikut ini kutipan pengakuan Eko Nugroho dalam eksepsi yang dutulisanya, sebagaimana didapat dari kuasa hukumnya.
1. Saya (Terdakwa I/ Sri Asmoro Eko Nugroho) mengalamai cacat fisik akibat kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menangkap kami pada hari Selasa 27 Desember 2016. Saat itu kami sedang persiapan akan berangkat bekerja tiba-tiba belasan orang polisi berpakaian preman yang membawa senjata lengkap menggedor pintu dan berteriak meminta kami keluar. Saya tidak paham apa maksud kedatangan mereka, saya pun lantas membuka pintu. Bersamaan pintu terbuka belasan orang yang ternyata polisi itu langsung masuk menangkap saya dan memborgol kedua tangan saya ke belakang dengan suara membentak. Wajah saya saat itu juga dipukul oleh beberapa polisi tersebut. Dan yang lebih menyakitkan lagi muka saya juga diludahi oleh polisi tersebut.
Kedua mata saya selanjutnya ditutup menggunakan lakban dan ditambah dengan plastik berwana merah. Tak cukup itu, baju gamis yang saya pakai juga digunakan untuk membungkus kepala saya hingga saya susah untuk bernafas.
Selanjutnya, bagian tubuh saya juga dipukuli mulai dari kepala, dada dan juga perut. Dan kemudian saya dilemparkan ke dalam mobil.
Polisi bermobil itu lantas membawa saya ke sebuah tempat yang ternyata adalah Kantor Polresta Surakarta. Di sana saya kembali disiksa. Usai diminta duduk, secara bergiliran saya ditendang dipukuli hingga tersungkur ke lantai, siksaan tersebut saya alami kurang lebih satu jam.
Akibat penyiksaan berlebihan tersebut telinga, hidung dan mulut saya mengeluarkan darah. Selain itu dada saya juga terasa sakit, sesak serta susah untuk bernafas sehingga membuat saya hampir pingsan. Takut melihat kondisi saya seperti itu beberapa aparat kepolisian lantas membawa ke sebuah tempat yang ternyata itu adalah sebuah klinik entah itu puskesmas atau rumah sakit. Saya tidak tahu yang pasti saat itu ada seorang dokter yang memeriksa saya di sebuah ruangan.
Dokter tersebut memberi keterangan bahwa saya mengalami sakit sesak nafas dan diberi obat serta diberi dua buah tabung oksigen.
Belum sempat beristirahat saya langsung dipaksa untuk kembali masuk ke mobil lagi dan dibawa berjalan menuju ke Polda Jawa Tengah. Ironisnya sesampainya di halaman Polda Jawa Tengah, lakban, plastik dan baju gamis yang menutup kepala saya baru dilepas. Darah kering yang menempel ditelinga, hidung dan mulut lantas dibersihkah. Hal itu dikarenakan di depan kantor Polda Jateng sudah menunggu wartawan dari berbagai media massa. Sebenarnya saya sempat dibawa ke RS Bhayangkara Semarang dan direkomendasikan untuk rawat inap namun Penyidik tetap memaksa membawa saya pulang untuk dilanjutkan penyidikan.
Saat penyidikan pun saya sempat diancam akan disetrum dan dipukul dengan ikat pinggang. Sehingga kami berharap Irwasda Polda Jateng dan Propam dapat menindaklanjuti informasi tersebut. Demikian juga kami berharap informasi tersebut dapat menjadi catatan majelis hakim untuk memutuskan nantinya. Karena ibarat manusia, bayinya sudah tidak sempurna.
2. Saya (Terdakwa I/ Sri Asmoro Eko Nugroho) saat ditangkap hari Selasa 27 Desember 2016 mengalami penganiyaan di Polresta Surakarta yaitu punggung dipukuli dengan senapan, dipukuli bagian muka dan depan. Namun yang paling parah ditampar mengenai telinga sebelah kiri dan ditendang sepatu bagian wajah serta ketika tangan diborgol dan borgolnya diinjak mengenai tangan saya. Sehingga tangan melepuh membiru. Ketika ditahan di Polda Jateng telinga sebelah kiri mengalami sakit. [AW/SY]